Para generasi muda atau menggelar demo antipemerintah. Demo ini sempat berujung bentrok hingga menyebabkan belasan orang luka-luka.
Dilansir AFP, Senin (22/9/2025), demo berlangsung di Ibu Kota Peru, Lima, pada Sabtu (20/9). Massa kemudian terlibat bentok dengan kepolisian. Berikut fakta-faktanya:
Laporan sejumlah wartawan AFP menyebut para demonstran melemparkan batu dan tongkat ke arah polisi, sedangkan para personel kepolisian menembakkan gas air mata ke arah para demonstran.
Unjuk rasa, yang diorganisir secara kolektif oleh generasi muda Peru, diwarnai bentrokan di area sekitar pusat pemerintahan di ibu kota Peru.
Pada malam hari, para demonstran, yang bergabung dengan kelompok-kelompok lainnya yang juga tidak puas dengan pemerintahan Presiden Dina Boluarte, kembali berhadapan dengan polisi. Batu dan tongkat kembali dilemparkan para demonstran ke arah polisi.
Para personel kepolisian melepaskan tembakan gas air mata untuk mencegah kerumunan demonstran bergerak maju menuju ke kantor kepresidenan dan gedung parlemen Peru.
Unjuk rasa baru dijadwalkan pada Minggu (28/9) mendatang.
Di antara 18 korban luka dalam bentrokan tersebut, sekitar 12 orang di antaranya merupakan personel kepolisian.
Sementara Asosiasi Jurnalis Nasional Peru (ANP) melaporkan bahwa enam jurnalis terkena pelet yang ditembakkan polisi saat mereka meliput unjuk rasa, termasuk dua jurnalis di antaranya dari stasiun radio Exitosa Noticias.
Baik ANP maupun Koordinator Hak Asasi Manusia Nasional di Peru mengecam tindakan represi polisi selama unjuk rasa.
Angka kepuasan terhadap Presiden Boluarte, yang masa jabatannya berakhir bulan depan, telah anjlok di tengah meningkatnya kasus pemerasan dan kejahatan terorganisir.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan bahwa pemerintah dan Kongres Peru yang mayoritas konservatif dipandang oleh banyak orang sebagai lembaga yang korup. Pekan ini, badan legislatif itu mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada hari Minggu, (21/9) ratusan demonstran antipemerintah kembali turun ke jalanan ibu kota Lima di Peru. Massa melakukan aksi long march ke kantor pemerintahan Presiden Dina Boluarte di pusat kota Lima, dengan para personel kepolisian dikerahkan untuk mengawal jalannya aksi protes.
Kerusuhan telah berlangsung selama berbulan-bulan di Peru, yang dipicu oleh gelombang kejahatan terorganisir dan maraknya kasus pemerasan. Beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak warga Peru memandang pemerintah dan Kongres, yang didominasi kalangan konservatif, adalah korup.
Unjuk rasa semakin meluas pekan lalu setelah badan legislatif Peru mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada Minggu (21/9) malam, sekelompok demonstran melemparkan batu dan bom molotov ke arah polisi, yang kemudian direspons dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh para personel kepolisian.
“Saya sangat marah, saya merasa benar-benar disesatkan oleh pemerintahan ini… dan Kongres yang melayani partai-partai politik,” ucap Xiomi Aguiler (28) yang ikut dalam unjuk rasa. Dia menyebut para partai politik sebagai “mafia yang mengakar di negara ini”.
Seorang mahasiswa Peru bernama Jonatan Esquen, yang baru berusia 18 tahun, menyebut unjuk rasa itu merupakan “awal dari kebangkitan, karena orang-orang akhirnya menyadari bahwa anak muda lebih aktif di media sosial dan di arena politik”.
Aksi turun ke jalanan pada Minggu (21/9) itu digelar sehari setelah bentrokan sengit terjadi antara para demonstran dan polisi di dekat kantor kepresidenan dan gedung parlemen. Sekitar 18 orang, menurut data otoritas setempat dan organisasi independen, mengalami luka-luka dalam bentrokan pada Sabtu (20/9).
Para korban luka terdiri atas 12 polisi dan enam jurnalis setempat.
Tidak disebutkan lebih lanjut oleh otoritas Peru soal apakah ada penangkapan terkait bentrokan tersebut. Laporan kepolisian sebelumnya menyebut ada sebanyak 450 demonstran yang terlibat bentrokan pada Sabtu (20/9), yang juga memicu kerusakan pada ruas jalanan umum.
1. Belasan Orang Terluka
2. Demo Terkait Ketidakpuasan dengan Pemerintah
3. Demo Berlanjut Hari ke-2
4. Pendemo Gen Z: Awal dari Kebangkitan
Angka kepuasan terhadap Presiden Boluarte, yang masa jabatannya berakhir bulan depan, telah anjlok di tengah meningkatnya kasus pemerasan dan kejahatan terorganisir.
Sejumlah jajak pendapat menunjukkan bahwa pemerintah dan Kongres Peru yang mayoritas konservatif dipandang oleh banyak orang sebagai lembaga yang korup. Pekan ini, badan legislatif itu mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada hari Minggu, (21/9) ratusan demonstran antipemerintah kembali turun ke jalanan ibu kota Lima di Peru. Massa melakukan aksi long march ke kantor pemerintahan Presiden Dina Boluarte di pusat kota Lima, dengan para personel kepolisian dikerahkan untuk mengawal jalannya aksi protes.
Kerusuhan telah berlangsung selama berbulan-bulan di Peru, yang dipicu oleh gelombang kejahatan terorganisir dan maraknya kasus pemerasan. Beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak warga Peru memandang pemerintah dan Kongres, yang didominasi kalangan konservatif, adalah korup.
Unjuk rasa semakin meluas pekan lalu setelah badan legislatif Peru mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk bergabung dengan dana pensiun swasta, meskipun banyak yang menghadapi lingkungan kerja yang tidak aman.
Pada Minggu (21/9) malam, sekelompok demonstran melemparkan batu dan bom molotov ke arah polisi, yang kemudian direspons dengan tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh para personel kepolisian.
“Saya sangat marah, saya merasa benar-benar disesatkan oleh pemerintahan ini… dan Kongres yang melayani partai-partai politik,” ucap Xiomi Aguiler (28) yang ikut dalam unjuk rasa. Dia menyebut para partai politik sebagai “mafia yang mengakar di negara ini”.
Seorang mahasiswa Peru bernama Jonatan Esquen, yang baru berusia 18 tahun, menyebut unjuk rasa itu merupakan “awal dari kebangkitan, karena orang-orang akhirnya menyadari bahwa anak muda lebih aktif di media sosial dan di arena politik”.
Aksi turun ke jalanan pada Minggu (21/9) itu digelar sehari setelah bentrokan sengit terjadi antara para demonstran dan polisi di dekat kantor kepresidenan dan gedung parlemen. Sekitar 18 orang, menurut data otoritas setempat dan organisasi independen, mengalami luka-luka dalam bentrokan pada Sabtu (20/9).
Para korban luka terdiri atas 12 polisi dan enam jurnalis setempat.
Tidak disebutkan lebih lanjut oleh otoritas Peru soal apakah ada penangkapan terkait bentrokan tersebut. Laporan kepolisian sebelumnya menyebut ada sebanyak 450 demonstran yang terlibat bentrokan pada Sabtu (20/9), yang juga memicu kerusakan pada ruas jalanan umum.