Ketua Bawaslu Kabupaten Gresik, Achmad Nadhori, dan Ketua KPU Lamongan, Mahrus Ali, diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur (Jatim) 2019-2022. Keduanya didalami mengenai proses pengajuan sampai dengan proses penerimaan dana hibah.
“Didalami terkait bagaimana proses pengajuan sampai dengan proses penerimaan dana hibah,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (28/7/2025).
“Penyidik juga mendalami ada tidaknya permintaan fee dari orang-orang diutus secara khusus oleh para tersangka dalam perkara ini,” sambungnya.
KPK juga mendalami ada tidaknya permintaan fee dari orang-orang diutus secara khusus oleh para tersangka dalam perkara ini. Pendalaman ini dilakukan juga oleh KPK terhadap dua saksi lainnya yakni Noto Utomo selaku anggota DPRD Kabupaten Gresik, Ning Darwati selaku anggota DPRD Kabupaten Lamongan serta wiraswata bernama Totok Harianto.
KPK juga memeriksa dua saksi lain dari pihak swasta dalam perkara ini di hari yang sama atas nama Yulianto dan Al Amin Zaini. Tim penyidik KPK mendalami keduanya soal besaran fee yang diminta oleh para tersangka.
“Didalami penyidik terkait dengan besaran fee yang diminta oleh para tersangka sebagai komitmen atas pencairan dana hibah,” ujar Budi.
Tujuh orang saksi tersebut diperiksa pada Kamis (24/7) pekan lalu. Dalam kasus ini, KPK menemukan potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. menilai pengelolaannya minim transparansi.
“KPK mengidentifikasi sejumlah titik rawan penyimpangan dalam pengelolaan hibah, antara lain verifikasi penerima hibah tidak profesional, sehingga masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas (nama, tanda tangan, dan NIK),” kata jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (21/7).
Provinsi Jawa Timur diketahui mengelola dana hibah yang cukup besar, yakni mencapai Rp 12,47 triliun untuk periode 2023-2025, dengan lebih dari 20 ribu lembaga penerima. Dana ini disalurkan ke sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
KPK juga menemukan ada pengaturan jatah hibah oleh pimpinan DPRD yang dinilai membuka peluang penyalahgunaan anggaran. Selain itu, dana hibah diduga dipotong oleh koordinator lapangan (korlap) hingga 30 persen.
“Pemotongan dana hibah hingga 30 persen oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20 persen untuk ‘ijon’ kepada anggota DPRD dan 10 persen untuk keuntungan pribadi,” ucapnya.
Sejauh ini, KPK sudah menetapkan 21 tersangka dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat APBD Jatim tahun 2019-2022. Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan dari perkara yang telah menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Kami sampaikan bahwa pada tanggal 5 Juli 2024 KPK menerbitkan sprindik terkait dugaan adanya TPK dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat atau Pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019 sampai dengan 2022,” kata jubir KPK saat itu, Tessa Mahardhika, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 12 Juli 2024.
Total ada 21 tersangka yang ditetapkan KPK, terdiri atas empat tersangka penerima dan 17 tersangka pemberi.
Empat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara. Sedangkan dari 17 tersangka pemberi, 15 di antaranya pihak swasta dan dua lainnya penyelenggara negara.