Awal Mula Bintang Yahudi Jadi Simbol Holocaust

Posted on

Di era Nazi Jerman, Bintang Daud, yang dalam sejarah tak pernah eksklusif diklaim milik Bangsa Yahudi, tiba-tiba menjadi simbol Holocaust, salah satu kasus pembersihan etnis paling brutal dalam sejarah modern.

Sejak Undang-undang Rasial Nuremberg disahkan pada 1935, warga Yahudi mulai dijauhkan dari kehidupan sosial.

Legislasi ini menetapkan secara rinci siapa yang tergolong Yahudi penuh, setengah Yahudi, campuran tingkat pertama atau kedua, atau “Yahudi sah” — sebagian besar kemudian diwajibkan mengenakan bintang.

Sebelum perang berkobar, Reinhard Heydrich, kepala kantor pusat keamanan Nazi, sudah mengkaji bagaimana membuat “musuh di dalam” Jerman “bisa terlihat oleh dunia.”

Tak lama setelah Reichspogromnacht pada November 1938, ketika sinagoga dibakar dan toko-toko Yahudi dihancurkan, Heydrich menulis, “setiap Yahudi menurut Undang-Undang Nuremberg harus mengenakan tanda tertentu. Ini salah satu cara yang mempermudah banyak hal.”

Bagi rejim Nazi, Bintang Daud memudahkan aparat mengidentifikasi orang Yahudi dan mendeportasi mereka ke kamp konsentrasi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku di Jerman, tapi juga wilayah yang diduduki.

Pada awal perang, September 1939, warga Yahudi di Polandia yang diduduki Nazi diwajibkan memakai gelang putih dengan bintang biru. Seiring pendudukan di negara lain, kewajiban mengenakan tanda pengenal bagi warga Yahudi diperluas.

Sebelum perang, Adolf Hitler awalnya sempat ragu. Pada tahun 1937, dia mengatakan kepada pejabat NSDAP, betapa “masalah penandaan ini telah dipertimbangkan selama dua, tiga tahun dan suatu hari nanti pasti akan dilakukan. Hidung kita harus bisa menicum: apa yang bisa kita lakukan, apa yang tidak bisa kita lakukan?”

Keraguan itu menghilang seiring dimulainya perang. Pada tahun 1941, Menteri Propaganda Joseph Goebbels menyarankan sekali lagi agar Hitler menyetujui penandaan orang Yahudi, dan pada pertengahan Agustus, Hitler memberikan persetujuan. Peraturan polisi mulai berlaku pada 1 September 1941.

Peraturan itu menetapkan secara rinci, “Bintang enam berukuran sebesar telapak tangan, dengan pinggiran hitam, dari kain kuning, bertuliskan ‘Jude’ dengan tinta hitam, harus dijahit terlihat di sisi kiri dada pakaian.”

Peraturan ini berlaku bagi semua warga Yahudi berusia enam tahun ke atas, menurut Undang-Undang Nuremberg. Mulai saat itu, mereka “dilarang muncul di muka umum tanpa bintang Yahudi.” Siapa pun yang mencoba menyembunyikannya dengan tas, mantel, atau syal akan menghadapi hukuman berat dari Gestapo, yang mengawasi kepatuhan dengan ketat.

Victor Klemperer, seorang romanis berdarah Yahudi, sejatinya telah berpindah ke agama Protestan sebelum Perang Dunia I. Tapi hal itu tidak mengubah penilaian Nazi, bagi mereka, dia tetap seorang Yahudi. Klemperer kehilangan jabatan guru besar di Dresden pada 1935 dan ikut dipaksa mengenakan bintang pengenal.

Dalam buku hariannya dia menulis: “Kemarin, ketika Eva menjahit bintang Yahudi, saya mengalami ledakan putus asa. Saraf Eva juga tegang. Saya sendiri merasa hancur, tak menemukan ketenangan.”

Penyintas Holocaust Inge Deutschkron mengingat pada 2013, betapa “mayoritas orang Jerman yang saya temui di jalanan Berlin menoleh jika melihat bintang ini pada saya, atau seakan tidak melihat saya, atau memalingkan muka.” Bintang itu, katanya, menciptakan isolasi, diskriminasi, kontrol.

Kewajiban mengenakan bintang cuma langkah awal persiapan Nazi untuk menjalankan “Solusi Akhir bagi Masalah Yahudi,” yakni pembasmian total. Bersamaan dengan itu, orang Yahudi dilarang meninggalkan lingkungan tempat tinggal tanpa izin polisi.

Segalanya tersusun rapi untuk Holocaust. Tidak mengherankan, deportasi ke kamp pembantaian dimulai hanya sebulan kemudian, Oktober 1941. Victor Klemperer dan Inge Deutschkron selamat, jutaan lainnya tidak.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid dan

“Menerangi musuh di dalam”

Keraguan Hitler

Isolasi, diskriminasi, kontrol

Persiapan Holocaust