Pemimpin Tertinggi Iran,, menyerukan persatuan nasional untuk menghadapi apa yang ia sebut sebagai upaya Amerika Serikat (AS) untuk menaklukkan Republik Islam tersebut. Khamenei mengklaim bahwa Amerika Serikat pada akhirnya berusaha membuat Iran “patuh”.
Dilansir AFP, Senin (25/8/2025), pernyataan tersebut, yang disampaikan di sebuah masjid di ibu kota Teheran dan dipublikasikan di situs web resmi Khamenei, muncul dua bulan sejak pertempuran antara Iran dan musuh bebuyutannya, Israel, terhenti dalam perang yang sempat diikuti Amerika Serikat, dan di saat Teheran sedang terlibat dalam perundingan dengan negara-negara besar dunia mengenai program nuklirnya.
Serangan langka Israel dan AS pada bulan Juni, yang menargetkan situs-situs nuklir utama dan memicu pembalasan Iran, dirancang untuk mengacaukan Republik Islam tersebut, menurut Khamenei.
Ia mengatakan bahwa sehari setelah “Iran diserang” oleh Israel pada awal perang, “agen-agen Amerika” bertemu di Eropa “untuk membahas pemerintahan seperti apa yang seharusnya memerintah Iran setelah Republik Islam”.
Bagi sang pemimpin, negara ini telah bangkit dengan kuat dari perang 12 hari di bulan Juni, konfrontasi langsung paling intens dalam sejarahnya dengan musuh bebuyutannya, Israel dan Amerika Serikat.
“Bangsa Iran, dengan berdiri teguh bersama angkatan bersenjata, pemerintah, dan sistem, telah memberikan pukulan telak” kepada musuh-musuhnya, kata Khamenei.
Pemimpin tertinggi, yang memiliki keputusan akhir atas urusan negara, juga memperingatkan tentang perpecahan internal yang menurutnya dipicu oleh kekuatan asing.
“Jalan ke depan bagi musuh adalah menciptakan perselisihan” di Iran, katanya, menyalahkan “agen-agen Amerika dan rezim Zionis”–merujuk pada Israel–karena berusaha menebar perpecahan.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Hari ini, syukur kepada Tuhan, negara ini bersatu. Ada perbedaan pendapat, tetapi dalam hal membela sistem, membela negara, dan melawan musuh, rakyat bersatu,” tambah Khamenei.
Hubungan antara Teheran dan Washington terputus setelah Revolusi Islam 1979 dan krisis penyanderaan berikutnya di Kedutaan Besar AS. Washington sejak itu telah memberlakukan gelombang sanksi berturut-turut terhadap Teheran, yang terbaru terkait program nuklirnya.
Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Iran berusaha memperoleh senjata nuklir, sebuah klaim yang berulang kali dibantah Teheran.
Perang bulan Juni meletus ketika Teheran dan Washington dijadwalkan mengadakan perundingan putaran keenam mengenai program nuklir Iran, tetapi negosiasi yang telah dimulai beberapa minggu sebelumnya terhambat oleh konflik tersebut.
Iran dijadwalkan bertemu pada Selasa (26/8), dengan Inggris, Prancis, dan Jerman untuk perundingan nuklir, karena negara-negara Eropa tersebut telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi jika tidak tercapai kesepakatan.
Pemimpin tertinggi, yang memiliki keputusan akhir atas urusan negara, juga memperingatkan tentang perpecahan internal yang menurutnya dipicu oleh kekuatan asing.
“Jalan ke depan bagi musuh adalah menciptakan perselisihan” di Iran, katanya, menyalahkan “agen-agen Amerika dan rezim Zionis”–merujuk pada Israel–karena berusaha menebar perpecahan.
“Hari ini, syukur kepada Tuhan, negara ini bersatu. Ada perbedaan pendapat, tetapi dalam hal membela sistem, membela negara, dan melawan musuh, rakyat bersatu,” tambah Khamenei.
Hubungan antara Teheran dan Washington terputus setelah Revolusi Islam 1979 dan krisis penyanderaan berikutnya di Kedutaan Besar AS. Washington sejak itu telah memberlakukan gelombang sanksi berturut-turut terhadap Teheran, yang terbaru terkait program nuklirnya.
Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Iran berusaha memperoleh senjata nuklir, sebuah klaim yang berulang kali dibantah Teheran.
Perang bulan Juni meletus ketika Teheran dan Washington dijadwalkan mengadakan perundingan putaran keenam mengenai program nuklir Iran, tetapi negosiasi yang telah dimulai beberapa minggu sebelumnya terhambat oleh konflik tersebut.
Iran dijadwalkan bertemu pada Selasa (26/8), dengan Inggris, Prancis, dan Jerman untuk perundingan nuklir, karena negara-negara Eropa tersebut telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi jika tidak tercapai kesepakatan.