Empat terdakwa kasus suap persetujuan dana pokok-pokok pikiran (pokir) di DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) menghadapi sidang tuntutan. Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan menyinggung perihal hal-hal aneh yang dialami jaksa KPK dalam mengusut kasus ini.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (18/11/2025). Empat terdakwa yang hari ini menghadapi tuntutan adalah Kadis PUPR OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, dan anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah.
Di awal surat tuntutannya, jaksa KPK M Takdir Suhan menyoroti maraknya operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan anggota DPR RI. Salah satunya, mengenai kasus ini, menurut jaksa, banyak pejabat yang mencari untung dalam suatu proyek.
“Sepenggal dari perkara ini, dapat kami gambarkan bagaimana proyek yang semestinya untuk kepentingan umum malah dijadikan sebagai obyek bancakan dari para Terdakwa untuk mendapatkan keuntungan pribadi walaupun seolah membungkusnya untuk kepentingan masyarakat yang memilihnya,” kata Takdir dalam sidang.
Takdir mengatakan selama persidangan banyak peran dari para pihak yang seolah-olah menerangkan tindakannya telah sesuai aturan, tetapi nyatanya tidak. Hal itu dibuktikan dengan beberapa bukti yang dipegang jaksa, di mana bukti itu menunjukkan para wakil rakyat di OKU itu menerima suap.
“Melalui jejak digital selama proses persidangan, hal itu bisa terbantahkan secara gamblang dan terbaca adanya kesepakatan hingga ambisi dari para Terdakwa agar keinginannya menerima uang suap bisa segera terealisasi dan tidak ‘zonk’,” katanya.
Dia mengungkapkan keanehan yang dialami para jaksa KPK dalam mengusut kasus ini. Keanehan yang paling sering adalah pengakuan ‘lupa’ dari para saksi dan terdakwa.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Sepanjang proses pemeriksaan saksi-saksi, banyak hal yang menurut kami aneh, khususnya dari pihak eksekutif yang kompak menerangkan ‘lupa’. Padahal sebagai pejabat di lingkungan Pemda OKU yang hingga saat ini masih menjabat tentunya dipilih karena sehat jasmani dan rohani bukan karena memiliki kondisi ‘amnesia’,” ucapnya.
Menurutnya, pengakuan ‘lupa’ itu hanya akal-akalan mereka yang ingin menyembunyikan sosok pemeran utama dalam kasus ini. Takdir pun melanjutkan pembacaan tuntutan dengan menguraikan perbuatan para terdakwa yang diyakini jaksa terbukti menerima suap.
“Sehingga alasan ‘lupa’ sebagai setting-an untuk menutupi ‘Pemeran Utama’ dari perkara ini sebagaimana judul lagu dari penyanyi Raisa, bakal kami ungkap lebih mendalam di perkara pengembangan berikutnya,” ucapnya.
Kasus ini berawal saat tiga anggota DPRD OKU menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR OKU karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.
“Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD, yang diwakili oleh Saudara FJ (Ferlan Juliansyah), yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian Saudara MFR (M Fahrudin), kemudian Saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada Saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh Saudara NOP akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).
Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU. Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.
