Bahlil ke Penolak Gelar Pahlawan Soeharto: Mudah-mudahan Bisa Ikhlas

Posted on

Ketua Umum Partai Golkar menilai wajar jika masih ada pihak yang tidak terima Presiden ke-2 RI Soeharto mendapatkan gelar pahlawan. Bahlil mengatakan hal itu merupakan konsekuensi dari negara demokrasi.

“Pak Harto adalah presiden 32 tahun, pernah menjadi Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar, ikut melahirkan Partai Golkar, dan jasa Pak Harto, saya pikir tidak untuk kita, saya ulangi lagi, sudah pasti banyak,” kata Bahlil di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (14/11/2025).

“Bahwa ada yang setuju dan tidak setuju, inilah sebuah konsekuensi negara demokrasi,” sambungnya.

Bahlil pun menyampaikan terima kasihnya kepada Presiden Prabowo Subianto, yang menganugerahkan gelar pahlawan kepada Soeharto. Menurutnya, Soeharto layak mendapatkan gelar tersebut.

“Kami dari DPP Partai Golkar mengucapkan banyak terima kasih yang setulus-tulusnya dari seluruh kader Partai Golkar, dari Sabang sampai Merauke kepada pemerintah, dalam hal ini Bapak Presiden Prabowo, yang telah menganugerahkan pahlawan kepada Pak Harto,” ujarnya.

Menteri ESDM ini mengakui tak ada manusia sempurna di dunia. Meski begitu, dia tetap menghargai jika masih ada pihak-pihak yang tak menerima gelar pahlawan untuk Soeharto.

“Bagi Partai Golkar, sudah sangat layak dan pantas (gelar pahlawan nasional untuk Soeharto), dan harus menurut kami untuk bagaimana memperjuangkan agar kemudian gelar pahlawan itu pemerintah berikan,” tuturnya.

“Kalau ada yang masih belum mau ikhlaskan, saya doakan, mudah-mudahan mereka bisa ikhlaskan. Kalau tidak ikhlas lagi, sholat terus yang muslim, yang Kristen ke gereja, yang Hindu, Buddha ke tempat ibadah masing-masing agar mendapat rahmat dari Allah SWT,” imbuh dia.

Diketahui, pemberian gelar pahlawan nasional telah dihelat di Istana Presiden, Jakarta, Senin (10/11). Berikut 10 tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional 2025:

1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)
3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)
8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)
10. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil mengatakan wayang memiliki peran penting pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. Bahlil mengatakan saat itu, wayang menjadi alat komunikasi yang digunakan oleh pemerintah dan masyarakat.

“Kami juga mengakui bahwa wayang ini punya peran besar, di masa jaya-jayanya Partai Golkar dulu,” ujar Bahlil saat acara pagelaran seni budaya wayang kulit dalam rangkaian HUT ke-61 Partai Golkar, di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.

“Ketika Golkar berkuasa 30 tahun di zaman Pak Harto, wayang ini dijadikan sebagai salah satu instrumen, komunikasi antara pemerintah, Partai Politik, dengan masyarakat, dalam mensosialisasikan programnya,” sambungnya.

Salah satunya komunikasi yang dilakukan melalui wayang, ialah program keluarga berencana (KB). Bahlil mengatakan saat itu, melalui wayang, masyarakat dapat lebih memahami program tersebut.

“Termasuk KB, keluarga berencana dulu itu kalau tidak salah, cara-cara ini yang masuk, dan ini kita mencoba untuk mengembalikan apa yang terhadap oleh para senior-senior terdahulu untuk kemudian kita lanjutkan, kita wariskan, tradisi yang baik, penting untuk kita pelihara,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan saat ini marak disinformasi, fitnah, hingga ujaran kebencian. Dia berharap melalui pagelaran wayang, masyarakat menjadi tidak terlalu terpengaruh terhadap pola budaya luar.

“Saat ini, kita merasakan betul apa yang diistilahkan dengan DFK, disinformasi, fitnah, dan ujaran kebencian,” tuturnya.

“Mungkin dengan wayang ini, kita mencoba untuk belajar kearifan-kearifan para leluhur kita, agar jangan terlalu kita terpengaruh, dengan pola-pola budaya dari luar yang belum tentu cocok bagi peradaban di negara kita,” imbuh dia.

Wayang di Era Soeharto

Menteri ESDM ini mengakui tak ada manusia sempurna di dunia. Meski begitu, dia tetap menghargai jika masih ada pihak-pihak yang tak menerima gelar pahlawan untuk Soeharto.

“Bagi Partai Golkar, sudah sangat layak dan pantas (gelar pahlawan nasional untuk Soeharto), dan harus menurut kami untuk bagaimana memperjuangkan agar kemudian gelar pahlawan itu pemerintah berikan,” tuturnya.

“Kalau ada yang masih belum mau ikhlaskan, saya doakan, mudah-mudahan mereka bisa ikhlaskan. Kalau tidak ikhlas lagi, sholat terus yang muslim, yang Kristen ke gereja, yang Hindu, Buddha ke tempat ibadah masing-masing agar mendapat rahmat dari Allah SWT,” imbuh dia.

Diketahui, pemberian gelar pahlawan nasional telah dihelat di Istana Presiden, Jakarta, Senin (10/11). Berikut 10 tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional 2025:

1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam)
2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto (Bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik)
3. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan)
4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik)
5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata)
7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi)
8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam)
9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata)
10. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi)

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil mengatakan wayang memiliki peran penting pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. Bahlil mengatakan saat itu, wayang menjadi alat komunikasi yang digunakan oleh pemerintah dan masyarakat.

“Kami juga mengakui bahwa wayang ini punya peran besar, di masa jaya-jayanya Partai Golkar dulu,” ujar Bahlil saat acara pagelaran seni budaya wayang kulit dalam rangkaian HUT ke-61 Partai Golkar, di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.

“Ketika Golkar berkuasa 30 tahun di zaman Pak Harto, wayang ini dijadikan sebagai salah satu instrumen, komunikasi antara pemerintah, Partai Politik, dengan masyarakat, dalam mensosialisasikan programnya,” sambungnya.

Salah satunya komunikasi yang dilakukan melalui wayang, ialah program keluarga berencana (KB). Bahlil mengatakan saat itu, melalui wayang, masyarakat dapat lebih memahami program tersebut.

“Termasuk KB, keluarga berencana dulu itu kalau tidak salah, cara-cara ini yang masuk, dan ini kita mencoba untuk mengembalikan apa yang terhadap oleh para senior-senior terdahulu untuk kemudian kita lanjutkan, kita wariskan, tradisi yang baik, penting untuk kita pelihara,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan saat ini marak disinformasi, fitnah, hingga ujaran kebencian. Dia berharap melalui pagelaran wayang, masyarakat menjadi tidak terlalu terpengaruh terhadap pola budaya luar.

“Saat ini, kita merasakan betul apa yang diistilahkan dengan DFK, disinformasi, fitnah, dan ujaran kebencian,” tuturnya.

“Mungkin dengan wayang ini, kita mencoba untuk belajar kearifan-kearifan para leluhur kita, agar jangan terlalu kita terpengaruh, dengan pola-pola budaya dari luar yang belum tentu cocok bagi peradaban di negara kita,” imbuh dia.

Wayang di Era Soeharto