Siswi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 29 Jayapura, Merlin Julens Marisan, kini tak lagi buta huruf setelah mendapat pendampingan intensif dari para guru. Program sekolah berasrama gratis ini membuka jalan bagi remaja asal Papua itu untuk kembali menimba ilmu dan meraih cita-citanya.
Raut wajahnya yang awalnya tegang mendadak terlihat lega usai berhasil menyelesaikan ejaan nama presiden yang tertulis di dalam bingkai foto. Sementara sang guru, Sinta Ari Susanti, yang memantau dari seberang tempat duduknya memberikan semangat dan bertepuk tangan saat gadis berusia 19 tahun itu berhasil mengeja dan membaca dengan benar.
Kebahagiaan Sinta semakin membuncah saat Merlin mampu melanjutkan dengan menunjukkan kemampuan berhitung 1 sampai 10 menggunakan Bahasa Inggris. Sinta menyebut Merlin baru terdeteksi buta huruf setelah diterima sebagai siswi kelas 1 SRMA 29 Jayapura yang berlokasi di lingkungan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jayapura.
Sebelumnya, dari hasil asesmen dia memang pernah tinggal kelas saat SD karena sakit lumayan lama, namun akhirnya dinyatakan lulus dan mengantongi ijazah. Merlin juga mengantongi ijazah SMP negeri dan tampak sudah lancar mengeja serta menulis nama lengkapnya.
Namun, belakangan terungkap dia lancar menulis dan melafalkan nama lengkapnya karena faktor hafalan semata.
“Makanya ketika awal tidak terdeteksi, ada ijazahnya lulus SD dan SMP. Waktu di-coaching diajarin huruf, ternyata saya dalami lagi dia buta huruf, abjad belum hafal,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025)..
Merlin mengaku selama ini waktunya banyak tersita membantu kedua orang tuanya mengurus tujuh adiknya hingga tak sempat belajar. Merlin adalah anak kedua dari 10 bersaudara, namun satu adiknya telah lebih dulu dipanggil sang maha kuasa, sementara kakak perempuannya sudah menikah.
Tiap hari selama bertahun-tahun sejak bangun tidur dia harus membantu mengurus adik-adiknya. Mulai dari menyiapkan susu, memandikan, ganti baju, menyuapi makanan, hingga menjaga mereka.
“Mama jaga baru Merlin sekolah. Pulang sekolah jaga adik-adik lagi,” tuturnya.
Selain mengasuh adik-adiknya, sejak usia belia Merlin juga ikut berjibaku membantu menyiapkan kebutuhan di dapur. Tak heran dengan segala keterbatasan akademiknya dia jago urusan masak memasak.
“Masak ikan, sayur, bikin sambal, rebus kasbi, masak mie, buat kopi, bapak kalau minum kopi Marlin bikin. Adik-adik sukanya susu, ada yang masih pakai dot ada yang sudah tidak,” katanya.
Merlin menyebut ayahnya bekerja sebagai tukang bangunan, sementara mamanya hanya ibu rumah tangga biasa. Dengan penghasilan tak menentu, kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari dari segi ekonomi cukup terbatas. Namun mereka sudah memiliki rumah sendiri di kawasan Polimak, Jayapura, meski kondisinya ala kadarnya. Meski demikian, kemampuan membiayai pendidikan dan kesehatan anggota keluarga menjadi tantangan tersendiri.
Beruntung, sekolah rakyat hadir memberi kesempatan Merlin melanjutkan pendidikan untuk meraih cita-citanya. Selain meringankan beban orangtua, dia mengaku betah tinggal di asrama sekolah rakyat karena fasilitasnya lengkap serta mendapat perhatian penuh.
“Senang, bahagia karena teman-teman baru, guru-guru baru, punya kakak-kakak wali asuh yang baik, makan dapat, seragam putih, pramuka, baju training, sepatu. Tidak ingin keluar-keluar,” ucapnya.
Melihat keterbatasan kemampuan akademik Merlin, para guru tidak tinggal diam. Mereka berusaha mengejar ketertinggalan dia dari teman-temannya dengan pendekatan khusus. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui akar masalah serta membangkitkan semangat belajarnya.
“Merlin tipe introvert, dia nggak bisa kalau banyak orang di situ, harus one by one,” ujar Sinta.
Kini ia selaku guru bahasa dan wakil kepala bidang kesiswaan secara bergiliran dengan tiga rekan gurunya membimbing Merlin tiap hari secara privat di perpustakaan atau di kantor guru di luar jam pelajaran. Mereka juga mendapat dukungan dari teman-teman sekamar Merlin, yaitu Mina dari Yapen dan Merlin dari Jayapura, yang dengan sabar membantunya memahami kata demi kata. Hasilnya, setelah empat bulan berselang sudah ada kemajuan luar biasa.
“Kemarin sudah saya bimbing huruf vokal lulus, konsonan masih ada kebalik kebalik. Jadi masih coaching setiap hari,” imbuhnya.
Berbeda dengan di rumah, waktu Merlin kini tidak tersita untuk mengasuh adik-adiknya, sehingga dapat fokus belajar dan menikmati masa remajanya. Di rumah dia harus berbagi tempat tidur dengan saudara-saudaranya beralaskan kasur yang sudah kumal dan tipis. Kini dia tinggal di kamar asrama yang bersih dengan ranjang dan lemari sendiri.
Asupan gizinya pun teratur dengan makan tiga kali sehari serta snack. Perlahan tapi pasti berat badannya bertambah meski perawakannya masih kelihatan ramping.
“Di rumah, adik dulu kasih makan kenyang baru Merlin. Dua kali di rumah, di sini pagi, siang, dan malam,” urainya.
Bersama 99 rekannya di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 29 Jayapura, Merlin berjuang keluar dari belenggu kebodohan dan kemiskinan. Meski perjuangannya masih panjang untuk menatap masa depan yang lebih baik setidaknya nyala harapannya tetap terjaga.
Semua itu berkat program sekolah berasrama gratis gagasan langsung Presiden Prabowo Subianto. Untuk memuliakan wong cilik, menjangkau yang tidak terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin, terutama bagi anak-anak dari surga tersembunyi di ujung timur, Papua.
“Terima kasih pak Presiden,” ungkap Merlin.







