Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, membuka seminar dan pameran ‘Kartini’s World: A Perspective and Legacy on Equality’ di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kegiatan yang diinisiasi oleh ANRI ini bertujuan untuk membangun ruang refleksi tentang pemikiran Kartini di masa kini.
Dalam sambutannya, Fadli mengapresiasi ANRI yang telah menyelenggarakan kegiatan pameran dan seminar ini. Berkat kinerja ANRI, lima koleksi arsip Indonesia, beberapa di antaranya pengajuan bersama, telah menjadi bagian dari 74 inskripsi terbaru di dunia yang ditambahkan ke dalam Memory of the World Register oleh UNESCO. Salah satu koleksi Indonesia yang ditambahkan dalam Memory of the World adalah surat-surat Raden Ajeng Kartini.
“Surat-surat Kartini tentu memberikan inspirasi, terutama kepada kaum perempuan yang waktu itu masih mengalami keterbatasan dalam memperoleh pendidikan. Kalau kita lihat di Amerika Serikat, setelah berapa tahun lamanya perempuan boleh mempunyai hak untuk memilih, sekitar tahun 1920-an, atas perjuangan yang juga sangat panjang. Setelah 100 tahun lebih merdeka, baru mempunyai women voting rights pada tahun 1920 atau 1921. Di Indonesia (women voting rights) terjadi saat Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928, tepatnya tanggal 22 Desember. Ketika itu, perempuan Indonesia sudah leading,” ujar Fadli dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
Fadli mengungkapkan masuknya surat-surat Kartini ke dalam Memory of the World menandakan dunia mengakui warisan intelektual, sumbangan pikiran Indonesia terhadap perkembangan peradaban global.
Khusus pada warisan intelektual Kartini, Fadli mengatakan Indonesia harus bangga karena cara pandang dan semangat perempuan Indonesia terhadap pendidikan, emansipasi, kesetaraan, serta sumbangan pikiran terhadap kebangsaan, menjadi ingatan masyarakat dunia. Hal ini juga menjadi memori kolektif untuk pembelajaran dan fondasi membangun dunia yang lebih baik.
“Dengan ditetapkannya surat-surat R.A. Kartini dalam Memory of the World juga akan berdampak besar bagi langkah kemajuan perempuan Indonesia di masa mendatang. Dan penetapan ini merupakan pengakuan global yang tak hanya mengangkat harkat martabat Kartini saja, tapi menginspirasi setiap perempuan Indonesia,” ungkap Fadli.
“Masih banyak kerja-kerja penting yang harus dilakukan oleh ANRI juga ke depan, termasuk gagasan-gagasan konstruktif yang terdapat di dalam arsip-arsip Kartini. Seperti seminar dan pamerannya yang akan dilangsungkan ini, saya berharap kerja kearsipan ini memang perlu dilakukan. Arsip ini juga merupakan memori kolektif yang sangat penting untuk sebuah bangsa,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Arifatul Choiri Fauzi turut menyampaikan pentingnya arsip. Menurutnya, pemikiran progresif Kartini tentang martabat, hak pendidikan, dan kesetaraan gender, tertuang melalui tulisan-tulisan berharga dan tetap relevan untuk diabadikan.
“Untuk itu, mengarsip surat-surat Raden Ajeng Kartini sebagai bagian dari Memory of the World bukan sekadar tindakan administratif, melainkan langkah simbolik, praktis, dan strategis untuk menjaga warisan intelektual perempuan Indonesia yang visioner dalam konteks global,” ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Arsip Nasional RI, Mego Pinandito berharap kegiatan seminar ini dapat menggali lebih dalam pemikiran dan warisan Kartini. Melalui kegiatan ini, masyarakat juga diharap dapat memahami relevansinya dengan kondisi saat ini; serta merumuskan langkah-langkah strategis dalam memperkuat peran perempuan dalam pembangunan bangsa.
“Pameran yang ditampilkan pada hari ini juga merupakan bentuk nyata dari upaya kita untuk mendekatkan masyarakat kepada sejarah perjuangan Kartini, sekaligus memberikan inspirasi dan motivasi bagi generasi penerus. Semoga dengan terselenggaranya acara ini dapat memperkokoh komitmen kita semua dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya perempuan, sebagaimana yang dicita-citakan oleh Kartini,” tutupnya.
Sebagai informasi, seminar dan pameran ini menampilkan arsip serta dokumen sejarah yang berkaitan dengan perjuangan Kartini. Melalui arsip-arsip yang dipamerkan, pengunjung dapat menyaksikan bagaimana gagasan Kartini tentang pendidikan, kesetaraan, dan kemandirian perempuan terus berkembang dan memberi dampak bagi kehidupan bangsa. Sementara pada sesi seminar menampilkan diskusi interaktif yang melibatkan akademisi serta pemerhati isu gender.
Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan; Duta Besar Belanda, Marc Gerritsen; Ketua Umum Kowani, Nannie Hadi Tjahjanto; Ketua Yayasan Wirawati Catur Panca, Pia Feriasti Megananda; dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia periode 1993 – 1998, Wardiman Djojonegoro.