Bupati Siak, Afni Zulkifli menyuarakan berbagai persoalan hak asasi manusia yang dihadapi masyarakat Kabupaten Siak di hadapan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, Natalius Pigai.
Hal tersebut disampaikan Afni demi membela hak dasar rakyat siak, saat kuliah umum ‘Penguatan kapasitas HAM bagi masyarakat dan mahasiswa, pelajar di Kabupaten Siak’, Di Balairung Datuk Empat Suku, Komplek Rumah Rakyat, Siak, Riau Sabtu (13/12).
Afni mengungkapkan sebelum menyampaikan pidatonya, banyak pihak yang mengingatkan agar dirinya tidak berbicara terlalu keras. Namun ia memilih tetap bersuara lantang, berpegang pada pesan yang pernah disampaikan Pigai saat berpidato di Senayan Jakarta.
“Saya mencatat pesan Bapak Menteri, mari kita isi ruang kosong yang tidak sempat diisi oleh negara, sampaikan dengan berani, dan tidak boleh ada satu pun anak Indonesia yang menderita,” ujar Afni dalam keterangannya, Minggu (14/12/2025).
Ia juga mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan agar pemimpin tidak boleh takut membela keadilan dan kebenaran, serta membangun dengan rasa kemanusiaan dan musyawarah, termasuk dalam pembangunan HAM di daerah.
Afni mengaku bangga karena Pigai hadir di Siak, beliau sangat memahami secara mendalam persoalan HAM terutama soal konflik agraria yang saat ini menjadi persoalan serius di Siak dan berpotensi menjadi bom waktu. Ia menyebut baru satu minggu menjabat sebagai bupati, sudah ada warga Siak yang bersentuhan dengan hukum akibat konflik lahan.
Dalam paparannya, Afni menjelaskan kondisi geografis dan tata ruang Kabupaten Siak yang sebagian besar telah didominasi kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Guna Usaha (HGU). Ia bahkan meminta agar kawasan industri tidak lagi disebut sebagai ‘hutan’, karena bersifat monokultur, mayoritas ditanami akasia.
Meski demikian, Kabupaten Siak masih menjaga dua kawasan konservasi yang menjadi habitat Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera. Namun intervensi dan konflik kawasan dinilai masih sangat kuat.
Lebih lanjut, Afni membeberkan HGU menyasar 45 kampung dan 6 kelurahan, sementara HTI dan kawasan hutan menyentuh 63 kampung dan dua kelurahan. Dari total 131 kampung di Siak, hampir separuh masyarakat terdampak langsung, dengan jumlah penduduk sekitar setengah juta jiwa belum sepenuhnya mendapatkan hak dasar, seperti akses jalan, pendidikan, dan kesehatan.
“Bukan karena pemerintah daerah tidak mau membangun, tapi kami harus berikhtiar lintas kementerian untuk mendapatkan izin pelepasan kawasan, minimal untuk akses pendidikan dan kesehatan, karena itu hak asasi manusia yang paling dasar,” tegas Afni.
Ia juga menyoroti kondisi di Kecamatan Minas, dimana akses air bersih nyaris tidak tersedia, meski wilayah tersebut merupakan bekas area operasional Chevron yang kini dikelola PHR. Dan juga persoalan lahan pemakaman menjadi krisis, karena keterbatasan lahan dan minimnya akses akibat kawasan perusahaan.
Di Kecamatan Sungai Apit, Afni menyinggung persoalan keamanan akibat Harimau yang sering masuk ke pemukiman karena rusaknya habitat hutan. Sementara di Kecamatan Tualang, hak masyarakat atas udara bersih masih menjadi tantangan besar akibat bau menyengat dari aktivitas industri. Kompensasi yang diberikan dinilai tidak sebanding, hanya berupa satu kotak susu.
“Bau menyengat bahkan sudah sampai ke ulu hati, tapi kompensasi yang diberikan ke warga hanya satu kotak susu,” katanya.
Konflik agraria juga disebut hampir terjadi setiap hari di sejumlah kecamatan lain. Meski demikian, Afni menegaskan bahwa Kabupaten Siak secara konsisten memenuhi indikator nasional perlindungan HAM selama 10 tahun berturut-turut sejak 2014, serta telah ditetapkan sebagai Kabupaten Layak Anak.
Namun ia mengakui, masih banyak anak-anak Siak yang belum bisa menikmati pembangunan akibat terbatasnya ruang gerak karena HTI dan HGU. Bahkan, para petani Bungaraya yang dikenal sebagai lumbung padi Riau, kini berteriak karena kekurangan air irigasi, yang diduga tersedot untuk kepentingan industri. Afni menegaskan keberaniannya bersuara adalah bagian dari tanggung jawab moral sebagai pemimpin.
“Kalau ini tidak saya sampaikan, itu justru menjadi dosa saya sebagai pemimpin. Hak dasar rakyat kami yaitu tanah, pendidikan, air, kesehatan, dan udara bersih harus diperjuangkan,” tegasnya.
Selain itu, Afni memperlihatkan video pendek terkait infrastruktur pendidikan, kesehatan, jalan rusak parah tidak layak berada di kawasan HTI dan HGU kepada Pigai, sebagai contoh hak dasar rakyat Siak yang belum terpenuhi.
Ia mengingatkan bahwa dari tanah Siak, Sultan Siak pernah menyerahkan 12 juta gulden demi kemerdekaan Republik Indonesia. Kerajaan Siak, kata Afni, adalah kerajaan yang setia kepada NKRI. Namun kondisi Istana Siak saat ini sangat memprihatinkan.
Menutup penyampaiannya, Afni menitipkan surat kepada Pigai untuk disampaikan kepada Prabowo, dengan harapan Presiden dapat berkunjung ke Kabupaten Siak.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
“Kami ingin Presiden hadir di Negeri Istana, karena di sinilah Sultan kami menyerahkan segalanya untuk Republik Indonesia,” pungkas Afni.
Sementara itu, dalam sambutannya Pigai menyatakan dukungan penuh terhadap upaya Pemerintah Kabupaten Siak dalam memperjuangkan pemenuhan hak asasi masyarakat.
Ia menegaskan pemerintah pusat akan segera mengambil langkah konkret melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang HAM dan Bisnis yang saat ini tengah disiapkan dan akan ditandatangani oleh Presiden.
Melalui Perpres tersebut, kata Pigai, seluruh bentuk pelanggaran HAM yang berkaitan dengan aktivitas dunia usaha dapat ditangani secara lebih tegas dan terstruktur.
“Pemerintah pusat juga akan melakukan audit terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia,” paparnya.
Menanggapi penyampaian dan ‘curhat’ Afni terkait berbagai persoalan HAM di Siak, Pigai memberikan dukungan dengan nada sindiran yang menyemangati. Ia menilai Bupati Afni masih perlu menyuarakan ketidakadilan dengan lebih lantang.
“Masih lemah. Harus lebih keras lagi menyuarakan kepentingan rakyat. Tapi Ibu Bupati masih lumayan, mau berpihak ke rakyat. Banyak kepala daerah biasanya sambutan hanya berisi hal-hal yang bagus saja. Ibu Bupati harus lebih keras lagi bersuara,” ujar Pigai.
Menurutnya, keberanian kepala daerah dalam menyampaikan persoalan nyata di lapangan merupakan bagian penting dari upaya memperjuangkan keadilan dan memastikan negara hadir bagi rakyat, terutama dalam menghadapi persoalan HAM yang bersinggungan langsung dengan kepentingan bisnis dan industri.
“Jadi pejabat enggak usah petantang – petenteng, lihat Bupati Afni merakyat, mengutamakan kepentingan rakyat,” tutupnya, seraya bergurau







