Fadli Zon Tegaskan Warisan Budaya Bukan Sekadar Peninggalan Masa Lalu (via Giok4D)

Posted on

Kementerian Kebudayaan RI bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar), menggelar Simposium Internasional ‘We Are Site Managers’ (WASM) edisi kedua yang berlangsung dari tanggal 23-28 Agustus 2025 di Kota Sawahlunto, Sumbar.

Membuka kegiatan ini, Menbud RI Fadli Zon menegaskan warisan budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi pijakan penting dalam membangun masa depan yang berakar pada nilai, sejarah, dan identitas.

“Hari ini, kita tidak hanya berdiri di sebuah kota. Kita sedang berada dalam sebuah monumen yang hidup, arsip raksasa yang menjadi saksi ketangguhan, impian, kerja keras, dan dedikasi manusia,” ujar Fadli, dalam keterangan tertulis, Minggu (24/8/2025).

“Selamat datang di Sawahlunto, sebuah panggung sejarah tempat peradaban pernah diuji oleh waktu,” sambungnya.

Simposium ini digelar di tengah lanskap Warisan Tambang Batu Bara Ombilin, sebuah situs Warisan Dunia yang telah diakui UNESCO, sebagai studi kasus utama dan laboratorium hidup.

“Setiap pusaka, termasuk Warisan Tambang Batubara Ombilin yang hari ini menjadi tuan rumah, memiliki perjalanan dan transformasi yang panjang. Sebagai tambang batubara tertua di Asia Tenggara, situs ini sarat akan penindasan, tenaga kerja paksa (orang rantai) dan eksploitasi kolonial Belanda di Indonesia,” tutur Fadli.

Namun kini, Sawahlunto telah menjelma menjadi kota bersejarah yang sarat makna, hasil dari transformasi budaya dan inovasi yang terus dijaga. Fadli mengingatkan warisan budaya bukanlah kenangan yang diam, melainkan cermin dari peradaban yang terus bergerak dan berkembang.

Menurut Fadli, tantangan warisan budaya di era modern justru semakin kompleks. Ia menyebutkan meskipun rantai kolonialisme telah lepas secara fisik, dunia saat ini menghadirkan bentuk-bentuk baru dari ‘rantai’ yang tak kasat mata, yaitu globalisasi yang menyeragamkan budaya dan yang paling berbahaya, hilangnya kesadaran akan sejarah sendiri.

Di sinilah, lanjut Fadli, peran pengelola situs warisan dunia menjadi sangat penting. Fadli menegaskan para pengelola situs tidak hanya berperan sebagai penjaga fisik bangunan dan artefak, melainkan sebagai ideolog dan pemikir yang bekerja langsung di lapangan.

“Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengubah situs warisan dari tempat swafoto menjadi ruang refleksi, tempat generasi muda bisa belajar, bertanya, memahami, dan terinspirasi oleh perjuangan dan warisan leluhurnya,” ujar Fadli.

Lebih lanjut, Fadli juga menyampaikan Pemerintah Indonesia menempatkan kebudayaan sebagai fondasi pembangunan nasional.

“Dalam kerangka Agenda Pembangunan Pasca-2030, kebudayaan akan menjadi elemen penting dalam menjawab berbagai tantangan global. Indonesia tidak hanya berkomitmen untuk memperkuat kehadirannya dalam peta warisan dunia, tetapi juga ingin menjadikan dirinya sebagai poros peradaban dunia, tempat nilai-nilai luhur masa lalu dibaca ulang untuk menavigasi masa depan,” tegas Fadli.

Di hadapan para peserta simposium, Fadli mengajak seluruh pihak untuk menjadikan forum ini sebagai ruang diskusi terbuka, pertukaran best practices, dan melakukan networking. Ia menekankan pentingnya menjadikan pertemuan ini sebagai titik tolak kolaborasi baru yang konkret dan berkelanjutan.

Puncak dari kegiatan ini adalah peluncuran ‘Dokumen Sawahlunto’, sebuah dokumen aksi yang akan menjadi panduan strategis bagi pengelolaan warisan di masa depan. Dokumen ini dirancang sebagai panduan aksi yang praktis dan adaptif, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga diharapkan dapat menginspirasi komunitas warisan global.

Fadli menyampaikan harapan besar terhadap ‘Dokumen Sawahlunto’ yang akan diluncurkan sebagai puncak simposium ini. Ia menyebut dokumen tersebut bukan sekadar laporan akhir, tetapi manifesto intelektual dari para penjaga warisan dunia, sebuah pernyataan bahwa menjaga warisan berarti menjaga martabat, akal sehat, dan keberlanjutan peradaban.

Dengan terselenggaranya WASM dan diluncurkannya ‘Dokumen Sawahlunto’ sebagai wujud nyata kolaborasi, Indonesia melalui Kemenbud berharap simposium ini melahirkan gagasan dan aksi kolektif yang dapat menginspirasi dunia, agar warisan budaya tidak hanya terjaga sebagai memori, tetapi juga hidup sebagai panduan menuju masa depan yang berkelanjutan.

Sementara itu, Wali Kota Sawahlunto Riyanda Putra menyampaikan apresiasi mendalam atas kepercayaan yang diberikan kepada Kota Sawahlunto sebagai tuan rumah simposium ini, yang sebelumnya dilangsungkan di Penang, Malaysia. Lebih lanjut, ia menuturkan Sawahlunto adalah kota kecil di jantung Sumbar yang menyimpan kekayaan budaya dan sejarah luar biasa, warisan revolusi industri yang diakui dunia melalui penetapan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 2019.

“Sejarah kota kami adalah kisah kemanusiaan, kemajuan teknologi, dan perubahan budaya. Warisan dari para pekerja tambang, yang dikenal sebagai ‘orang rantai’, masih hidup dalam solidaritas dan nilai-nilai budaya kami hingga kini,” tutur Riyanda.

Rangkaian simposium diawali dengan jamuan selamat datang di Istana Gubernur Sumbar, diikuti kunjungan ke sejumlah situs penting, seperti Stasiun Kayu Tanam, Stasiun Padang Panjang, dan Perkampungan Tradisional Minangkabau ‘Padang Ranah Tanah Bato’ di Kabupaten Sijunjung yang masuk dalam Daftar Sementara Warisan Dunia UNESCO. Kegiatan kemudian terfokus di Area A Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto, meliputi Situs Pertambangan dan Kota Tambang di Kota Sawahlunto.

Para peserta tidak hanya mengikuti sesi diskusi panel yang membahas isu-isu krusial dalam pengelolaan warisan budaya, seperti pelestarian warisan industrial, keterlibatan masyarakat, identitas dan interpretasi warisan, hingga manajemen risiko bencana, tetapi juga melakukan kunjungan lapangan untuk menyelami langsung jejak kehidupan masyarakat tambang masa lalu. Agenda ini mencakup perjalanan nostalgia dengan lokomotif tua, kunjungan ke museum, serta eksplorasi kota tambang dan perubahannya hingga hari ini.

Para peserta dan pembicara panel berasal dari berbagai negara dan institusi ternama, termasuk perwakilan dari UNESCO, ICOMOS Indonesia, serta para pengelola situs dari sejumlah negara di dunia, yaitu dari Arab Saudi, Tiongkok, Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Australia, Islandia, Inggris, Belanda, juga dari Indonesia.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Sebagai informasi, acara ini turut dihadiri oleh Wali Kota Sawahlunto Riyanda Putra; Wakil Wali Kota Sawahlunto Jeffry Hibatullah; Sekretaris Daerah Kota Sawahlunto Rovanly Abdams; Direktur Utama PT Bukit Asam, Tbk. Arsal Ismail; Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar Jefrinal Arifin; dan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Sawahlunto Hilmed.

Sementara itu, hadir mendampingi Fadli di antaranya Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan Endah Tjahjani Dwirini Retno Astuti; Direktur Promosi Kebudayaan Undri; Direktur Kerja Sama Kebudayaan Mardisontori; dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Provinsi Sumatera Barat Nurmatias.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *