Gerakan Nasional Bapas Peduli Libatkan 2.000 Lebih Napi

Posted on

Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) melaunching ‘Gerakan Nasional Pemasyarakatan, Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025’ di Perkampungan Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. Kegiatan ini melibatkan 2.217 napi.

Kegiatan ini merupakan implementasi Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Udang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan mulai berlaku tahun 2026. Khususnya, terkait pidana kerja sosial dan pidana pengawasan bagi Klien Pemasyarakatan. Aksi bersih-bersih ini juga dilaksanakan serentak oleh klien pemasyarakatan di 94 balai pemasyarakatan (Bapas) seluruh Indonesia.

“Hari ini, Klien Bapas seluruh Indonesia hadir untuk bekerja dan berkontribusi secara nyata dan sukarela, membersihkan fasilitas umum, membantu masyarakat, terlibat dalam kegiatan sosial yang berdampak langsung,” kata dalam sambutannya, Kamis (26/6/2025).

“Ini bukan hanya simbol kesiapan pemasyarakatan menyambut implementasi pidana kerja sosial sebagai salah satu pidana non-penjara, ini juga adalah bukti bahwa pemasyarakatan siap mengambil bagian dalam implementasi KUHP melalui pelaksanaan kerja sosial,” tambahnya.

Agus menegaskan alternatif pidana bertujuan memasyarakatkan kembali para terpidana. Sekaligus, memberi manfaat bagi masyarakat melalui kerja sosial.

“Kerja sosial ini bukan sekadar kerja sukarela semata, tetapi bentuk penebus kesalahan mereka kepada masyarakat akibat tindak pidana yang dilakukan,” terangnya.

Menteri Agus juga mengungkapkan Kementerian Imipas melalui Bapas siap menyukseskan kembali penanganan pidana kasus anak dengan dampingan dan rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas. Serta mengutamakan ketetapan diversi dan putusan non-penjara bagi anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Sehingga sejak berlakunya di tahun 2012 jumlah hunian anak di Lapas Rutan mampu turun drastis, dari yang sebelumnya7.000-an anak menjadi 2.000 anak di LPKA dan Lapas Rutan hingga saat ini. Selain meningkatkan kualitas pelaksanaan pidana, pidana alternatif juga berpotensi besar menurunkan angka overcrowding yang selama ini menjadi permasalahan klasik di Lapas Rutan,” tuturnya.

Lebih lanjut Menteri Agus menjelaskan peran PK Bapas yang sangat kompleks. PK tidak hanya sebagai pelaksana fungsi pembimbingan kemasyarakatan, namun juga arsitek yang merancang dan mendesain kembali jembatan reintegrasi.

“Jembatan yang sempat terputus akibat suatu tindak pidana, dan jembatan itu dibangun kembali dengan semangat gotong royong antara klien, masyarakat, pemasyarakatan, aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah daerah terhadap perbuatan menyimpang yang terabaikan,” tegasnya.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Mashudi berharap gerakan ini menjadi momentum dimulainya kontribusi langsung klien pemasyarakatan kepada masyarakat melalui Aksi Sosial. Kegiatan ini akan dilaksanakan rutin setiap bulannya sampai pelaksanaan pidana kerja sosial diterapkan.

“Kami seluruh jajaran Pemasyarakatan, sesuai arahan Bapak Menteri Imipas siap mendukung penerapan pidana alternatif mulai dari tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post ajudikasi. Hal ini makin menegaskan motto ‘Pemasyarakatan Pasti Bermanfaat untuk Masyarakat’,” ucap Mashudi.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof Harkristuti Harkrisnowo, menyampaikan aksi bersih-bersih oleh klien pemasyarakatan adalah sebagai salah satu contoh pelaksanaan pidana kerja sosial nantinya.

“Saya sangat excited pada kegiatan bersih-bersih serentak oleh klien Pemasyarakatan. Ke depannya akan ada bentuk pidana alternatif lainnya untuk pidana kerja sosial, dan saat ini sedang disusun rancangan pelaksanaan pidana alternatif tersebut,” tuturnya.

Harkristuti juga menyebutkan bentuk pidana alternatif kerja sosial lain, yang nantinya akan diterapkan. Contohnya seperti pelayanan di panti jompo, panti sosial, membantu di berbagai lembaga, misalnya sekolah, atau membantu di panti-panti sosial, tempat rehabilitasi.

“Klien pemasyarakatan juga dapat memberikan pandangan, motivasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama yang pernah mereka perbuat,” tuturnya.

Setelah pelaksanaan launching Menteri Agus meninjau dan menyaksikan 150 klien pemasyarakatan Jakarta melakukan aksi bersih-bersih lingkungan Perkampungan Budaya Betawi. Mulai dari area fasilitas umum, area taman hingga danau yang ada di sana.

Aksi serupa juga serentak dilakukan klien pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya, klien pemasyarakatan hanya mencakup mereka yang menjalani Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Asimilasi.

Namun, dengan berlakunya KUHP baru, jenis klien pemasyarakatan bertambah dengan hadirnya klien pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Hal ini menjadi bagian dari reformasi pemidanaan yang lebih humanis dan berbasis restorative justice.