HNW Tekankan Pentingnya Nilai Etika untuk Jaga Eksistensi Bangsa

Posted on

Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menekankan pentingnya nilai etika dalam menjaga eksistensi bangsa dan negara. Ia mengutip Syawqi Bey, tokoh sastra asal Mesir, yang menyampaikan bahwa ‘suatu bangsa hanya akan tetap eksis selama etika masih dijunjung tinggi’.

Hal itu disampaikan HNW saat menjadi narasumber dalam gelaran Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara (FDABB) yang digelar di panggung utama Islamic Book Fair (IBF), JCC Senayan, Jakarta, Sabtu malam (21/6).

“Eksistensi umat dan bangsa tergantung dari eksisnya etika. Kalau etikanya tidak lagi ada, maka bangsa juga tidak akan eksis,” ujar HNW dalam keterangan tertulis, Minggu (22/06/2025).

Dalam kesempatan itu, juga sekaligus diselenggarakan peluncuran buku karya Hidayat Nur Wahid berjudul ‘Negara Sejahtera Berlandaskan Etika’.

Diskusi yang mengusung tema serupa dengan judul buku ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas sektor, antara lain Menteri Ketenagakerjaan RI, Yassrierli; Anggota MPR RI, Sohibul Iman dan Kurniasih Mufidayati; Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan serta Wakil Wali Kota Serang, Nur Agis Aulia.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menegaskan, etika bukan hanya nilai abstrak, melainkan prinsip fundamental yang tertanam dalam ideologi negara, yakni Pancasila. Ia menyebut sila pertama-Ketuhanan Yang Maha Esa-sebagai landasan utama dalam membangun etika kehidupan berbangsa.

Selain itu, HNW juga mengingatkan kembali makna pembukaan UUD 1945 yang menegaskan cita-cita Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Menurutnya, pencapaian kesejahteraan umum tak bisa dilepaskan dari pondasi etik yang kokoh.

Negara ini, menurut HNW, dibentuk tidak hanya untuk melindungi segenap bangsa dan mencerdaskan kehidupan, tetapi juga untuk mewujudkan kesejahteraan umum itu. Demikian ketentuan dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.

“Dan tujuan akhir dari ber-Pancasila adalah hadirnya kesejahteraan berkeadilan sebagaimana termaktub dalam paruh akhir alinea ke-4 Pembukaan UUD 45 adalah untuk ‘mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia’, merupakan sila ke-5 dari Pancasila yang merupakan kesatuan tak terpisahkan dari pemahaman dan pengamalan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan rujukan bangsa dan negara dalam beretika,” jelasnya.

Dalam konteks ini, HNW menggarisbawahi pentingnya sosialisasi kembali TAP MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, yang memang masih berlaku dan menurutnya masih sangat relevan hingga kini.

Buku yang diluncurkannya menjadi refleksi atas kondisi bangsa saat ini, di mana menurutnya sering kali terjadi anomali antara nilai etika yang disepakati secara prinsip dan ideologi bangsa dan negara dengan laku dan realitas di lapangan.

“Buku ini hadir sebagai pengingat, bahwa negara yang ingin hadirkan kesejahteraan bagi warganya haruslah berlandaskan etika. Namun sayangnya di lapangan, realitasnya tidak selalu seperti itu,” terang HNW.

Memang kita tidak membayangkan utopia negara Republika versi Plato, tapi berbagai rujukan ideologi dan ketentuan berbangsa dan bernegara serta cita-cita mulia kemerdekaan Indonesia, tentunya dapat mengatasi dinamika itu, untuk akhirnya mengingatkan semua pihak pada komitmen beretika dengan menjalankan dan menaati kesepakatan bersama sebagai Bangsa dan Negara,” sambungnya.

Forum ini menjadi bagian dari komitmen MPR RI, dalam menguatkan kembali pemahaman berkonstitusi serta praktek nilai-nilai kebangsaan melalui pendekatan etis dan religius, sebagaimana ketentuan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD NRI 1945, hal yang makin diperlukan terutama di tengah berbagai dinamika sosial-politik yang terus berkembang, agar tetap jaya rayalah NKRI, menyongsong Indonesia Emas 2045.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *