Ibas Sebut Teknologi Co-Firing Mampu Kurangi Sampah-Ciptakan Ekonomi Baru

Posted on

Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menekankan pentingnya penerapan teknologi co-firing biomassa sebagai solusi pengurangan emisi karbon sekaligus peluang ekonomi baru. Dia menilai co-firing memiliki beragam manfaat seperti memperkuat ketahanan energi nasional hingga menciptakan lapangan kerja baru.

Oleh karena itu, dia menilai pengesahan RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai landasan hukum percepatan transisi energi. Hal tersebut disampaikan Edhie Baskoro dalam acara Audiensi dengan acara PT PLN Nusantara Power (PLN NP) Unit Pembangkit Pacitan “Co-Firing Biomassa: Tantangan, Peluang, dan Peran PLTU dalam Mendorong Pencapaian Target EBT Nasional” di Pacitan, Jumat (8/7/2025).

“Kabupaten sebesar Pacitan ini memiliki PLTU, sumber energi yang bisa mengaliri, menghidupi masyarakat tidak hanya di Pacitan tetapi juga lebih luas di tanah Jawa dan Bali. Kita bersyukur bahwa program ini hadir berkat inisiasi Presiden SBY, putra daerah Pacitan, yang melihat kebutuhan energi sebagai tantangan strategis bangsa,” kata Ibas dalam keterangannya, Minggu (10/8/2025).

Ibas berharap pengelolaan PLTU Pacitan dapat berjalan optimal dan efisien, sehingga Indonesia semakin mandiri dalam penyediaan energi.

“Kalau kita ingin terus lebih maju dan sejahtera, kita harus memperhatikan energi. Apalagi dunia kini bergerak mengurangi ketergantungan pada energi fosil,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyoroti pentingnya transisi menuju energi bersih melalui penerapan co-firing biomassa di PLTU. Teknologi ini memadukan pembakaran batu bara dengan bahan baku biomassa seperti limbah pertanian atau sampah terpilah untuk mengurangi emisi karbon.

“Co-firing biomassa adalah langkah nyata menuju energi bersih yang abadi. Selain mengurangi emisi CO₂ secara signifikan, kebijakan ini juga membuka peluang industri baru dan menciptakan lapangan pekerjaan di sektor biomassa,” katanya.

Lebih lanjut, Ibas menegaskan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo saat ini tengah fokus menciptakan kemandirian energi.

“Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam transisi energi. Sejalan dengan pemikiran Presiden Prabowo, pemerintah kini tidak hanya fokus pada kemandirian pangan, tetapi juga kemandirian energi,” ungkapnya.

“Energi adalah sumber kehidupan, dan untuk maju serta sejahtera kita harus memastikan ketersediaan energi yang berkelanjutan. Kita perlu mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mengembangkan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, demi generasi masa depan yang hidup sehat. Co-firing biomassa menjadi salah satu solusi potensial untuk mewujudkannya,” sambungnya.

Dia pun menyinggung urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU-EBT) sebagai payung hukum yang kuat untuk mendorong investasi dan mempercepat transisi energi.

“Salah satu kunci percepatan transisi energi adalah hadirnya RUU-EBT. Targetnya, bauran energi terbarukan nasional mencapai 23% pada 2025 dan meningkat menjadi 30% pada 2050. Namun pembahasannya masih alot karena perbedaan kepentingan antara sektor fosil dan energi terbarukan,” kata Ibas.

Menurutnya, hambatan tersebut dapat diatasi dengan komunikasi intensif, insentif fiskal menarik, dan peningkatan kapasitas SDM di sektor energi. Dia mengajak seluruh pihak untuk bersinergi, termasuk PLN dan pemerintah pusat dan daerah agar Pacitan dapat menjadi percontohan pusat energi terbarukan di Indonesia.

“Tujuannya sama: menciptakan keberlanjutan dan kesejahteraan lingkungan. Dengan dukungan regulasi, teknologi, dan komitmen bersama, saya yakin Pacitan bisa menjadi role model dalam transisi energi bersih,” jelasnya.

Ibas menegaskan bahwa biomassa adalah solusi energi untuk masa depan yang lebih cerah.

“Biomassa jadi solusi energi, menuju masa depan yang cerah. Bersama kita wujudkan mimpi untuk bumi yang lebih maju dan sejahtera,” jelasnya.

Dia pun mengajak pemerintah daerah dan pusat untuk memperkuat rantai pasok biomassa.

“Kalau kita bisa mengelola sampah dan limbah pertanian secara sistematis, Pacitan akan punya sumber biomassa yang stabil. Ini bukan hanya soal PLTU, tapi juga peluang ekonomi untuk masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Senior Manager PT PLN Nusantara Power (PLN NP) Unit Pembangkit Pacitan Munif menyampaikan aspirasi dan keresahan terkait tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang.

“Kami sangat berterima kasih atas undangan ini. Kesempatan yang sangat langka bagi kami. Seperti program yang dicanangkan PLN, kami juga melakukan biomass Co-Firing mulai 2021. Di 2024 total 184 ribu ton biomassa yang kami gunakan,” kata Munif.

“Kami juga terus didorong, karena Co-Firing adalah bagian penting dari transisi energi. Kendala kami ada pada proses bisnis yang bisa mendukung ketersediaan stok biomassa sesuai kebutuhan. Limbah yang dapat digunakan berasal dari pertanian, perkebunan, industri, dan sampah,” sambungnya.

Selain itu, Bupati Pacitan Indrata Nuraj sepakat terkait pentingnya kolaborasi untuk atasi sampah. Menurutnya, untuk mengatasi masalah sampah tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja.

“Kami akan mendorong pengelolaan limbah sampah di Pacitan agar kedepannya bisa dimanfaatkan untuk biomassa. Dengan begitu, target ketersediaan bahan baku untuk co-firing akan lebih terjamin,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *