Jakarta Institute menilai keraguan DPRD DKI Jakarta dalam mendukung rencana Initial Public Offering (IPO) PAM Jaya berisiko menghambat pemenuhan hak dasar warga atas air bersih. Tanpa terobosan pendanaan, target 100 persen akses air bersih di ibu kota disebut sulit tercapai.
Direktur Jakarta Institute Agung Nugroho menegaskan IPO tidak sama dengan privatisasi.
“Pemprov tetap bisa menjadi pemegang saham mayoritas, bahkan memiliki hak veto atas keputusan strategis. IPO justru membuat PAM Jaya lebih transparan, akuntabel, dan efisien,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, Minggu (14/9/2025).
Ia menjelaskan, regulasi air di Indonesia sudah jelas, mulai dari UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), hingga Pergub DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2022. Semua aturan itu menegaskan air adalah hak dasar warga dan penyediaannya tetap menjadi kewajiban pemerintah.
“IPO tidak sama sekali menghapus kewajiban itu,” ujar Agung.
“Peraturan yang ada bersifat mengikat. Artinya, meskipun PAM Jaya menjadi perusahaan terbuka, ia tetap wajib memenuhi mandat pelayanan publik. Regulasi tarif, cakupan layanan, hingga kewajiban menyediakan akses untuk warga miskin tidak bisa diubah hanya karena ada investor.” tambahnya.
Untuk mencegah orientasi bisnis semata, Jakarta Institute mengajukan empat pagar pengaman:
1. Membatasi kepemilikan saham asing dan korporasi besar.
2. Memasukkan klausul pelayanan publik dalam AD/ART PAM Jaya.
3. Menjamin tarif sosial bagi kelompok miskin.
4. Memperkuat mekanisme pengawasan publik melalui DPRD dan masyarakat sipil.
Agung juga mencontohkan praktik internasional. PUB di Singapura dikelola pemerintah dengan standar korporasi modern, melibatkan swasta hanya pada proyek infrastruktur. Hasilnya, hampir 100 persen akses air bersih.
Maynilad dan Manila Water di Filipina yang tercatat di bursa tetap menjalankan kewajiban pelayanan publik di bawah regulasi ketat pemerintah.
“Contoh Singapura dan Filipina menunjukkan IPO bukan ancaman. Justru, ragu-ragu melangkah akan membuat warga Jakarta terus menghadapi keterbatasan air bersih,” ujar Agung.
Jakarta Institute menegaskan tanpa tambahan modal dari IPO, pembangunan infrastruktur air akan lambat dan membebani APBD.
“Kami mendesak DPRD DKI Jakarta untuk bersikap progresif. Jangan biarkan keraguan politik menghambat hak dasar warga atas air bersih,” tutup Agung.
Tonton juga video “Era Baru Air Jakarta: Mungkinkah IPO PAM Jaya Jadi Kunci Keberlanjutan?” di sini: