Kapuspen Jelaskan Dasar Hukum TNI Terlibat Penertiban Tambang Ilegal baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kapuspen TNI Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah merespons kritik soal keterlibatan anggota TNI dalam penindakan di Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Dia mengatakan keterlibatan memiliki dasar hukum.

“Keterlibatan TNI dalam penanganan tambang ilegal memiliki dasar hukum yang jelas dan merupakan bagian dari tugas negara untuk menjaga kedaulatan serta melindungi kepentingan nasional,” kata Freddy, Sabtu (22/11/2025).

Dia mengatakan dasar hukum keterlibatan TNI itu diatur dalam Perpres 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bertujuan menertibkan pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal.

“Perpres ini secara eksplisit mengatur keterlibatan TNI dalam mendukung penegakan hukum, pengamanan kawasan, serta operasi terpadu lintas kementerian/lembaga guna memulihkan kembali fungsi kawasan yang terdampak. Dalam hal ini, Menhan dan Panglima TNI bagian dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan/PKH,” jelasnya.

Kemudian ada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dia mengatakan UU ini menegaskan bahwa pertahanan negara bukan hanya aspek militer, tetapi mencakup perlindungan terhadap seluruh potensi nasional, termasuk kekayaan alam yang menjadi objek vital strategis.

“Penyelenggaraan pertahanan negara melibatkan seluruh komponen, dan TNI merupakan komponen utama yang berkewajiban menjaga ruang hidup dan aset negara dari ancaman nonmiliter yang berdampak pada kedaulatan dan keamanan nasional, termasuk eksploitasi ilegal sumber daya alam,” lanjutnya.

Kapuspen juga menjelaskan langkah TNI ini juga berdasarkan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, tepatnya bunyi Pasal 7 ayat (2) yang menjelaskan soal Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

“Oleh karena itu, penugasan TNI dalam mendukung penertiban tambang ilegal bukanlah bentuk penyimpangan kewenangan, tetapi pelaksanaan amanat undang-undang dalam kerangka OMSP dengan selalu bersinergi bersama kementerian/lembaga terkait,” tegasnya.

Juru bicara (jubir) Kementerian Pertahanan () Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait juga menanggapi kritik atas terlibatnya anggota TNI dalam penindakan tambang timah ilegal di Babel. Dia mengatakan keterlibatan TNI atas mandat dari Presiden Prabowo Subianto.

“Kewenangan tersebut sesuai mandat presiden dengan penunjukan sebagai yang tediri dari unsur Kementerian, TNI, Jaksa Agung, BPKP, dan Polri,” kata Rico.

Sebelumnya, Imparsial melontarkan kritik soal keterlibatan sejumlah personel TNI dalam penindakan tambang timah ilegal di Babel. Imparsial menilai pelibatan militer dalam penindakan tersebut sebagai penyimpangan kewenangan.

“Imparsial memandang tindakan ini bukan hanya keliru secara politik, tetapi juga mencerminkan pelanggaran hukum, penyimpangan kewenangan, serta penggunaan kekuatan militer yang tidak proporsional dalam konteks penegakan hukum,” kata Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra.

Imparsial menganggap operasi penegakan hukum seperti penertiban tambang ilegal merupakan kewenangan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian. Menurutnya, TNI bukanlah aparat penegak hukum, melainkan alat pertahanan negara yang seharusnya berfokus pada ancaman perang yang semakin kompleks sebagaimana amanat konstitusi dan UU TNI.

“Dengan kata lain, keterlibatan TNI dalam operasi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap mandat institusi TNI itu sendiri,” ucapnya.

Mereka memandang pelibatan anggota TNI dalam operasi penertiban tambang ilegal merupakan bentuk penyimpangan kewenangan serta upaya menormalisasi kembalinya pendekatan militeristik dalam urusan sipil. Ardi mengatakan keterlibatan TNI dalam penindakan tambang ilegal menyalahi amanat reformasi 1998 yang membatasi kewenangan militer dalam ranah sipil.

Dia mengatakan, dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c Perpres Nomor 5 Tahun 2025 juga ditetapkan bahwa memiliki fungsi penegakan hukum. Aturan tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa TNI telah melampaui mandatnya sebagai alat pertahanan negara.

“Operasi penertiban dan penyitaan alat tambang ilegal yang dilakukan Satgas PKH adalah murni tindakan penegakan hukum, bukan urusan pertahanan. Dalam konteks ini, pelibatan TNI di dalam Satgas PKH menjadi bentuk penyimpangan serius karena menempatkan TNI pada ranah yang sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, Kementerian Kehutanan, dan institusi sipil lainnya. Praktik tersebut menunjukkan bahwa TNI telah melampaui mandatnya sebagai alat pertahanan negara,” ungkap dia.

TNI Ikut Tindak Tambang Ilegal Dikritik

Sebelumnya, Imparsial melontarkan kritik soal keterlibatan sejumlah personel TNI dalam penindakan tambang timah ilegal di Babel. Imparsial menilai pelibatan militer dalam penindakan tersebut sebagai penyimpangan kewenangan.

“Imparsial memandang tindakan ini bukan hanya keliru secara politik, tetapi juga mencerminkan pelanggaran hukum, penyimpangan kewenangan, serta penggunaan kekuatan militer yang tidak proporsional dalam konteks penegakan hukum,” kata Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra.

Imparsial menganggap operasi penegakan hukum seperti penertiban tambang ilegal merupakan kewenangan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian. Menurutnya, TNI bukanlah aparat penegak hukum, melainkan alat pertahanan negara yang seharusnya berfokus pada ancaman perang yang semakin kompleks sebagaimana amanat konstitusi dan UU TNI.

“Dengan kata lain, keterlibatan TNI dalam operasi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap mandat institusi TNI itu sendiri,” ucapnya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Mereka memandang pelibatan anggota TNI dalam operasi penertiban tambang ilegal merupakan bentuk penyimpangan kewenangan serta upaya menormalisasi kembalinya pendekatan militeristik dalam urusan sipil. Ardi mengatakan keterlibatan TNI dalam penindakan tambang ilegal menyalahi amanat reformasi 1998 yang membatasi kewenangan militer dalam ranah sipil.

Dia mengatakan, dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c Perpres Nomor 5 Tahun 2025 juga ditetapkan bahwa memiliki fungsi penegakan hukum. Aturan tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa TNI telah melampaui mandatnya sebagai alat pertahanan negara.

“Operasi penertiban dan penyitaan alat tambang ilegal yang dilakukan Satgas PKH adalah murni tindakan penegakan hukum, bukan urusan pertahanan. Dalam konteks ini, pelibatan TNI di dalam Satgas PKH menjadi bentuk penyimpangan serius karena menempatkan TNI pada ranah yang sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, Kementerian Kehutanan, dan institusi sipil lainnya. Praktik tersebut menunjukkan bahwa TNI telah melampaui mandatnya sebagai alat pertahanan negara,” ungkap dia.

TNI Ikut Tindak Tambang Ilegal Dikritik