KPK Menyita Motor Royal Enfield dari Mantan Gubernur Jawa Barat

Posted on

KPK telah menyita sebuah motor merek Royal Enfield dari mantan Gubernur Jawa Barat (RK). KPK menjelaskan alasan menyita sebuah kendaraan dalam sebuah perkara.

“KPK menyita sebuah kendaraan, kendaraan ya, kendaraan itu tentunya bisa jadi, kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

“Apakah itu dalam sarana, sebagai sarana, atau juga kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dibeli menggunakan hasil dari tindak pidana, itu yang kedua,” tambahnya.

Selain itu, penyitaan oleh KPK bisa juga sebagai aset recovery atau pengembalian aset ke negara. Namun untuk alasan spesifik mengapa motor RK disita, belum dapat dirincikan.

“Atau bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya aset recovery yang nanti akan berujung kepada uang pengganti, itu juga bisa,” sebutnya.

KPK telah menyita sebuah motor saat penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), terkait perkara BJB. KPK mengatakan salah satu motor yang disita itu adalah Royal Enfield.

“1 (satu) unit Motor Royal Enfield,” kata jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan, Senin (14/4).

KPK menggeledah rumah RK pada Maret 2025. Ada sejumlah barang dan dokumen yang disita dari rumah RK. Salah satunya adalah motor.

“Kalau nggak salah itu (motor), saya nggak hafal lah, pokoknya motor lah, saya nggak hafal merek itu,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (11/4).

Sedangkan untuk kasus BJB, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus rasuah Bank BJB. Mereka adalah Yuddy Renaldi selaku eks Dirut Bank BJB; Widi Hartono (WH) yang menjabat Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB serta Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan R Sophan Jaya Kusuma (RSJK) selaku pihak swasta.

Perbuatan kelimanya diduga telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 222 miliar. KPK menduga duit tersebut masuk sebagai dana pemenuhan kebutuhan non-budgeter.

Para tersangka saat ini belum ditahan. Tapi KPK sudah minta Ditjen Imigrasi mencegah mereka ke luar negeri selama enam bulan dan bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan penyidikan.