Akademisi berbicara tentang kerusakan alam di Provinsi Riau akibat penebangan pohon dan perusakan hutan. Dalam pembahasannya itu, ia mengutip sebuah ayah Al-Qur’an.
Awalnya, Rocky Gerung bicara soal alam semesta yang tidak hanya dihidupi oleh manusia (human being), tetapi juga makhluk non-human being yang sama-sama ciptaan Tuhan dan memiliki hak untuk mempertahankan ekosistensinya. Hal itu ia sampaikan saat mengisi diskusi pada ‘Bakti Religi dan Peduli Lingkungan’ di Pulau Tongah, Tanjung Belit, Kampar Kiri Hulu, Kampar, Riau, pada Kamis, 18 Juni 2025.
Diskusi yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Hari Bhayangkara ke-79 ini dihadiri Gubernur Riau Abdul Wahid, Wakapolda Riau Brigjen Jossy Kusumo yang mewakili Kapolda Irjen Herry Heryawan, sejumlah bupati di Provinsi Riau, aktivis lingkungan serta masyarakat setempat. Hadir juga (UAS) selaku pembicara.
“Saya, Ustaz Somad, ibu pembawa puisi tadi itu kalau kita meninggal kita sama-sama bangkai, sama dengan bangkai gajah, semut dan lain sebagainya, gak ada bedanya. Kita sama-sama diurai kembali menjadi mineral, kita sama-sama jadi biomassa, di situ kita belajar kesetaraan makhluk. Sekarang kita lagi berupaya di dunia ini,” jelas Rocky Gerung.
Rocky Gerung kemudian menceritakan soal perjuangan para pecinta lingkungan yang memperjuangkan sungai di Selandia Baru. Sungai menjadi salah satu subjek hukum yang berhak mendapatkan perlindungan.
“Ini ada sungai kira-kira 10 tahun lalu, ada sungai di Selandia Baru yang karena perjuangan para pecinta lingkungan si sungai itu diberi hak sebagai subjek hukum ‘Anda tidak boleh kotori, Anda tidak boleh cemplungi sesuatu, Anda tidak boleh ambil airnya, Anda hanya boleh lihat dia mengalir’. Sungai itu diberi subjek hukum penuh seolah-olah sungai itu manusia,” ujarnya.
“Memang ada problem kalau sungai itu menenggelamkan orang apakah dia bisa dipidana, sungai bisa dipenjara tuh, tetapi problem itu menimbulkan suatu diskusi panjang di dunia ini tentang subjek hukum baru di dalam persahabatan antar makhluk,” sambungnya.
Rocky Gerung, dalam pemikirannya, mengemukakan bahwa fenomena yang kerap kali membingungkan dan tampak tak masuk akal, sebenarnya memiliki dimensi tersembunyi. Dimensi ini hanya dapat dikenali oleh individu-individu yang mau berpikir dan merenung. Dari pemikiran tersebut, muncullah pemahaman akan problematika sekaligus solusi.
“Jadi hal macam ini seolah-olah kok bisa gini tapi ada bagian yang tersembunyi di alam semesta yang kemudian dikenali oleh mereka yang berpikir dan kemudian dimunculkan sebagai problem sekaligus solusi oleh mereka yang berpikir, iqra, mereka yang membaca alam semesta di dalam teks naturalnya mengerti bahwa di belakang alam semesta kita mesti baca tanda-tanda kecerdasan yang diberikan oleh Allah SWT,” kata Rocky Gerung.
Permasalahan yang terjadi dalam kerusakan lingkungan, kata dia, juga sudah ditunjukkan tanda-tandanya oleh alam semesta. Ia lalu .
Sebaliknya, begitu mulai terjadi kerusakan, tanda-tanda itu juga ditunjukkan oleh alam semesta. Kalau saya nggak salah ada surat, tapi Pak Ustaz selalu menjadi referensi saya ‘Sudah kami tunjukkan sebagian dari akibat kerusakan dari manusia supaya mereka belajar dari kerusakan itu’ betul nggak?” kata Rocky Gerung yang kemudian diamini oleh UAS.
“Yang ditunjukkan Allah SWT, sebagian dari kerusakan itu sudah kami hukumkan supaya mereka belajar, hanya sebagian loh, bagaimana kalau semesta itu dihukum seluruhnya? bagaimana kalau diulangi keadaan yang pernah dialami oleh Nabi Nuh,” sambungnya.
Menurut Rocky Gerung untuk menghindari kerusakan alam tersebut, maka cara berpikir manusia harus diubah, tak lagi antroposentris, tetapi juga harus memikirkan kelangsungan ekologi.
“Jadi, kita belajar dari tata bahasa alam dan upaya untuk belajar itu kita akan diskusi banyak hal. Tapi, sekali lagi di Indonesia kita sedang berupaya untuk menghasilkan cara berpikir baru yaitu membuat kita percaya bahwa kita sedang menghadapi krisis meta dimensi atau katastropik atau kekacauan kecil di dalam kondisi ekologi bisa membatalkan negeri ini, bukan cita-cita marwah,” pungkasnya.