Langkah DPR Hentikan Tunjangan & Pangkas Fasilitas Tuai Apresiasi

Posted on

Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat. Kebijakan DPR merespons tuntutan rakyat tersebut dipandang sebagai langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan publik.

Hairunnas memandang gejolak sosial dan politik yang melanda Indonesia pasca demonstrasi besar akhir Agustus 2025, memaksa negara membuka ruang baru bagi dialog. Terutama, menyikapi aspirasi publik yang dituangkan dalam paket tuntutan ’17+8 Tuntutan Rakyat’.

Sehingga menurutnya pertemuan antara pimpinan DPR RI dengan perwakilan mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan sejumlah organisasi mahasiswa lain pada Rabu (3/9) lalu, dan di tengah situasi krisis legitimasi politik memang patut diapresiasi.

“Langkah DPR untuk menghentikan tunjangan perumahan anggota sejak 31 Agustus 2025, menjadi indikator paling nyata dari kesediaan lembaga legislatif untuk meredam ketidakpuasan publik,” kata Hairunnas dalam keterangannya, Sabtu (6/9/2025).

“Dalam kondisi normal, isu tunjangan mungkin dianggap sepele. Namun dalam konteks krisis kepercayaan, keputusan itu adalah gestur politik penting,” sambungnya.

Diketahui, melalui rapat konsultasi pimpinan bersama fraksi-fraksi pada Kamis (4/9) DPR menghasilkan enam keputusan penting yang mencerminkan respons serius terhadap keresahan publik. Hal itu diumumkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR, Jakarta, pada Jumat (5/9).

Adapun salah satu keputusan utama adalah penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR per 31 Agustus 2025. Selain itu juga berkaitan dengan pemangkasan fasilitas, moratorium perjalanan dinas, serta peningkatan transparansi di parlemen.

Hairunnas menilai, DPR yang selama ini identik dengan privilege dan resistensi, kini berusaha memberi sinyal perubahan. Menurutnya, keputusan DPR bukan sekadar teknis administrasi, tetapi simbolik bahwa pengakuan atas ketidakpuasan rakyat terhadap gaya hidup elite politik.

“Dan simbolisme itu, dalam politik, seringkali lebih kuat dampaknya dari pada kebijakan substantif,” tutur Hairunnas.

Kendati demikian, meski DPR sudah memenuhi sebagian tuntutan publik, ada pekerjaan rumah (PR) tambahan yang jauh lebih besar. Sebagai lembaga legislatif, kata dia, DPR tidak boleh berhenti pada respons simbolik.

“Tugas utama mereka adalah menjalankan fungsi, pengawasan dan legislasi. DPR harus mengawal jalannya kebijakan eksekutif, memastikan Polri menjalankan reformasi, menekan TNI kembali ke barak, serta mendorong pemerintah menuntaskan agenda reformasi ekonomi,” jelas Hairunnas.

“Fungsi pengawasan dan legislasi inilah yang akan membedakan apakah DPR benar-benar belajar dari krisis, atau hanya sekadar meredakan tekanan sesaat,” tambahnya.

Di sisi lain, Hairunnas melihat Presiden Prabowo Subianto menunjukkan gerak cepat yang layak diapresiasi. Kehadiran presiden melayat ke kediaman keluarga Affan Kurniawan dan undangannya kepada mahasiswa ke Istana, menurutnya adalah gestur politik dan kemanusiaan yang kuat.

“Ini menandakan bahwa Presiden menyadari betul sensitivitas publik. Dalam konteks politik pada era saat ini, simbol seperti ini penting, karena memperlihatkan adanya kedekatan emosional pemimpin dengan rakyat,” ungkap Hairunnas.

“Namun, sekali lagi, gestur tidak cukup. Presiden harus menerjemahkannya ke dalam implementasi yang nyata. Karena tanpa itu, simpati publik bisa berubah menjadi sinisme,” imbuh peneliti Spektrum Politika Institute tersebut.

Hairunnas pun memandang bahwa pertemuan mahasiswa bersama DPR pada Rabu (3/9) dan dilanjutkan bertemu presiden pada Kamis (4/9) bukanlah akhir, melainkan awal reformasi.

“Ini adalah titik awal konsolidasi demokrasi yang lebih inklusif. DPR telah memulai dengan langkah positif, Presiden telah menunjukkan gestur cepat, kini giliran lembaga lain yang juga perlu menjawab tantangan sejarah,” terang Hairunnas.

“Jika semua stakeholder bergerak sinergis, maka 17 tuntutan mendesak bisa dipenuhi dalam jangka pendek, sementara 8 agenda reformasi jangka menengah bisa dijadikan roadmap pembangunan demokrasi ke depan,” sambungnya.

Sebagai informasi, DPR telah menjawab 17+8 Tuntutan Rakyat yang dilayangkan koalisi masyarakat sipil. Adapun sebanyak 17 poin tuntutan dibagi ke beberapa segmen dengan tujuan masing-masing lembaga dan institusi negara, yakni Presiden RI, DPR, Ketua Umum Partai Politik, Polri, TNI, dan Kementerian Sektor Ekonomi.

Untuk DPR, tuntutan ini berisi tugas untuk membekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun), Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR), Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).

Di hari terakhir tenggat dari untuk memenuhi 17+8 Tuntutan Rakyat, DPR memberikan jawaban yakni pada Jumat (5/9). Ada 6 poin jawaban dari DPR. Enam poin keputusan hasil rapat konsultasi pimpinan DPR bersama fraksi-fraksi dibacakan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Senayan, Jakarta Pusat.

“Ditandatangani oleh pimpinan DPR RI Ibu Puan Maharani, saya Sufmi Dasco Ahmad, dan Pak Saan Mustopa dan Pak Cucun Ahmad Syamsurijal,” ujar Dasco.

Enam poin keputusan DPR tersebut adalah:

Simak Video ‘Anggota DPR Nonaktif Kini Tak Lagi Dapat Gaji dan Tunjangan’: