Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar Agustina Mangande menyoroti polemik kepemilikan empat pulau Aceh yang ditetapkan masuk Sumatera Utara. Agustina menilai konflik tersebut dapat menjadi momentum pemerintah pusat menyelesaikan persoalan batas wilayah yang tersisa.
“Pemerintah pusat perlu memediasi semua pihak untuk duduk bersama, menyampaikan argumen masing-masing secara terbuka dengan dukungan data geografis, historis, dan budaya,” kata Agustina kepada wartawan, Sabtu (14/6/2025).
Agustina menekankan jika persoalan ini tak dapat dianggap sepele. Terlebih, kata dia, mengingat latar belakang sejarah Aceh yang sensitif dan penuh dinamika.
“Aceh punya pengalaman panjang dalam konflik, dan penyelesaiannya butuh pendekatan hati-hati serta waktu yang tidak sebentar,” ujarnya.
Dia mengatakan dari berbagai sengketa perbatasan yang pernah terjadi, ada tiga akar masalah utama yang kerap memicu konflik antarwilayah. Di antaranya, perbedaan interpretasi terhadap batas wilayah, perbedaan kepentingan ekonomi yang menciptakan kecemburuan sosial, serta minimnya perhatian dari pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di wilayah perbatasan.
Menurutnya, polemik tersebut harus diselesaikan secara dialogis. Hal itu, kata dia, untuk mencegah konflik sosial yang lebih luas.
“Pemerintah pusat tidak boleh pasif. Harus segera bertindak sebagai penengah agar sengketa ini tidak melebar menjadi ketegangan politik yang mengganggu stabilitas kawasan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Kemendagri menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pemerintah Aceh mengaku akan memperjuangkan perubahan status agar keempat pulau itu dikembalikan ke Tanah Rencong.
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Status administratif ini tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025.
“Proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat. Pada 2022, beberapa kali telah difasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan oleh Kementerian Dalam Negeri,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, dalam keterangannya, Senin (26/5).
Gubernur Sumut Bobby Nasution sudah menjumpai Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem di Aceh untuk membahas soal pulau itu. Bobby menawarkan untuk mengelola bersama empat pulau yang ditetapkan oleh Kemendagri masuk wilayah Sumut.