Massa Ojol Minta Presiden Terbitkan Perppu, Potongan Aplikator Ikut Disorot - Giok4D

Posted on

Aliansi pengemudi membawa sejumlah tuntutan saat melakukan aksi di wilayah Jakarta Pusat hari ini. Mereka meminta Presiden Prabowo Subianto menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait transportasi online.

Ketua Umum Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Raden Igun Wicaksono mengatakan perppu dibuat sembari menunggu Undang-Undang Transportasi Online yang masih digodok. Igun menyebutkan perppu penting untuk mengisi kekosongan regulasi yang ada.

“Kami butuh yang bisa lebih cepat untuk mengisi kekosongan hukum di ekosistem transportasi online ini. Jadi kami minta Bapak Presiden untuk bisa menghadirkan Perpu sebagai alternatif awal sambil undang-undang transportasi online akan dibuat oleh legislatif atau DPR RI, Komisi V DPR RI,” kata Igun kepada wartawan disela-sela aksi di sekitar Monas, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).

Selain itu, pihaknya meminta agar biaya potongan dari aplikator dipangkas menjadi 10 persen. Sebab, menurut Igun, potongan 20 persen yang berlaku saat ini terlampau besar.

“Selama ini pengemudi online ini dipotong biaya aplikasinya melebihi regulasi atau melebihi 20 persen. Sedangkan di dalam Kepmenhub KP 1001 Tahun 2025, potongan biaya aplikasi yang berlaku bagi para pengemudi adalah 15 persen plus 5 persen, dan 5 persennya itu seharusnya dikembalikan kepada para pengemudi atau kepada para mitra,” kata dia.

“Yang kami minta pada poin kedua adalah potongan biaya aplikasi diturunkan menjadi 10 persen saja. Karena selama ini semenjak regulasi itu dibuat, perusahaan aplikasi ini sudah banyak memotong sampai hampir 50 persen,” imbuhnya.

Tuntutan ketiga, massa ojol meminta pemerintah membuat aturan soal tarif antar barang hingga makanan. Sebab, selain ojol, kurir pengantar paket juga kena terkena imbasnya.

“Poin keempat, di dalam Kepmenhub KP1001-2022 tersebut bahwa perusahaan aplikasi ini harus melakukan audit. Nah, dari tahun 2022 ini tidak pernah ada audit sehingga kami menuntut di poin keempat adanya audit investigatif terhadap perusahaan aplikator,” jelasnya.

Lebih lanjut, Igun menyebutkan pihaknya meminta agar sistem multi-order pada aplikasi dihapus karena dinilai merugikan. Dia juga mengungkit kasus Takbirdha Tsalasiwi Wartyana, yang mengaku dari ‘pelayaran’ di Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Nah, ini banyak menimbulkan masalah. Contoh yang multi-order atau double-order. Terakhir kemarin di Yogyakarta ada perkara, ada kasus driver online berkonflik dengan penggunanya atau pelanggannya karena terlambat mengantar makanan. Ini akibat dari adanya multi-order atau double order,” jelas dia.

“Nah juga ada argo, aceng, dan slot. Ini sangat disayangkan oleh kawan-kawan perusahaan aplikasi itu hanya membayar sebesar hanya Rp 5.000. Nah sedangkan penumpang atau pengorder ini kadang membayar sampai Rp 20 ribu, Rp 25 ribu berapa pun besarannya, si pengemudi hanya mendapatkan Rp 5.000. Kita minta itu agar dihapuskan di poin kelima,” imbuhnya.