Membangun Negeri dari Pesisir dengan Kampung Nelayan Merah Putih

Posted on

Jika kita melihat wajah-wajah kampung nelayan hari ini, selalu akan ditemukan cerita yang sama dari Sabang hingga Merauke. Cerita tentang keterbatasan akses, minimnya fasilitas mendukung hasil tangkapan, ketergantungan pada tengkulak, dan kondisi sosial ekonomi yang belum setara dengan kawasan lain. Padahal, nelayan adalah tulang punggung pangan laut nasional, dan masyarakat pesisir menyumbang lebih dari setengah protein hewani yang dikonsumsi penduduk Indonesia setiap harinya.

Realitas ini menciptakan paradoks. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81 ribu kilometer, namun sebagian besar masyarakat pesisirnya masih hidup dalam ketertinggalan. Lebih dari 60 persen populasi kita tinggal di kawasan pesisir, tetapi indikator ekonomi seperti Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) nasional masih berada di angka yang mengkhawatirkan.

Pada 2024, NTN hanya tercatat sebesar 101,76 dan NTPi sebesar 102,07. Artinya, pendapatan nelayan dan pembudidaya nyaris hanya cukup untuk menutup biaya hidupnya, tanpa ruang untuk berkembang. Realita ini menjadi salah satu alasan lahirnya program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) yang dibesut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibawah pimpinan Menteri Sakti Wahyu Trenggono.

Bukan sekadar program infrastruktur, KNMP adalah pendekatan menyeluruh untuk membangun kampung pesisir secara terpadu: dari infrastruktur fisik, kelembagaan ekonomi, hingga penguatan sosial dan identitas komunitas. Tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan nelayan, tetapi menciptakan ruang hidup yang adil, produktif, dan berkelanjutan.

Role Model

Pijakan awal program ini dibuktikan melalui pembangunan Kampung Nelayan Modern (KALAMO) di Desa Samber-Binyeri, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Dibangun pada 2023 dengan total investasi Rp 22,1 miliar, kampung ini menjelma menjadi wajah baru dari pesisir timur Indonesia.

Dari kampung nelayan tradisional yang minim fasilitas, kini di wilayah tersebut memiliki cold storage, pabrik es, bengkel kapal, sentra kuliner, SPBUN, dan koperasi desa yang aktif mengelola usaha rakyat. Dampaknya langsung terasa. Pendapatan rata-rata nelayan di kawasan itu meningkat dari Rp3 juta menjadi Rp 6 juta per bulan.

Dalam sembilan bulan, kampung ini mengirim ikan sebanyak delapan kali ke Semarang, Surabaya, dan Bitung, dengan total volume 121,8 ton dan nilai ekonomi mencapai Rp1,52 miliar. Jika diasumsikan tren peningkatan produktivitas sekitar 15-20 persen per tahun, diproyeksikan dalam lima tahun ke depan produksi kumulatif kampung ini bisa mencapai 1.100 ton, atau senilai Rp13,2 miliar. Bila setidaknya 40 persen dari nilai tersebut kembali ke masyarakat lokal, maka sekitar Rp5 hingga Rp 6 miliar akan berputar setiap tahun di ekonomi desa nelayan ini.

Tak hanya pada pendapatan, efek berganda juga terasa pada lapangan kerja. Dari sebelumnya 120 tenaga kerja lokal, kini terserap lebih dari 195 orang. Jika skenario ini berjalan, dalam lima tahun mendatang, jumlah itu bisa dua kali lipat. Kampung yang dulu nyaris tak terlihat, bisa menjadi simpul produksi, distribusi, bahkan destinasi wisata pesisir yang menarik.

Animo Tinggi

Melihat keberhasilan model ini, KKP mendorong replikasi skala nasional melalui KNMP yang mendapat dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto. Hingga penutupan pengajuan proposal beberapa waktu lalu, tercatat 910 usulan calon lokasi dari seluruh Indonesia telah masuk untuk ditelaah. KNMP tahun ini menargetkan pembangunan 100 kampung nelayan, dan total 1.100 kampung hingga 2027.

Lokasi akan dipilih berdasarkan kesiapan lahan, potensi ekonomi, keterlibatan koperasi lokal, dan keberterimaan sosial dari pemerintah daerah dan masyarakat. KNMP tidak dibuat sebagai model seragam. Setiap kampung akan dikembangkan sesuai dengan karakter lokalnya-baik nelayan tangkap maupun budidaya perikanan, yang sekaligus akan mendorong tumbuhnya kegiatan pengolahan, hingga kawasan wisata.

Prinsip dasarnya tetap sama: menciptakan ekosistem kampung pesisir yang terhubung antara infrastruktur, kelembagaan usaha, dan layanan sosial. Pendampingan intensif, pelatihan, dan rekayasa sosial akan menyatu dalam satu kesatuan program. Jika pendekatan ini berjalan sebagaimana yang diharapkan, KNMP diyakini mampu meningkatkan nilai tukar nelayan secara signifikan.

Berdasarkan proyeksi internal, program ini berpotensi menaikkan NTN dan NTPi hingga 15-20 poin secara nasional dalam tiga tahun. Ini artinya, nelayan tidak hanya naik pendapatannya secara nominal, tetapi juga naik kelas secara sosial dan ekonomi. Diprediksi rata-rata tambahan penghasilan lebih dari Rp2 juta per rumah tangga nelayan per bulan bisa tercapai di wilayah intervensi.

Model serupa sebenarnya juga diterapkan di negara lain. Filipina, misalnya, menjalankan program Fisherfolk Settlement Areas yang fokus pada pengembangan kampung terpadu berbasis koperasi. India meluncurkan Matsya Sampada Yojana, yang membangun desa-desa nelayan modern dengan logistik dan pelatihan.

Namun, KNMP memiliki keunggulan dalam pendekatan lintas sektor yang menyatukan aspek pembangunan fisik, sosial, dan digital. Di dalamnya ada semangat gotong royong khas Indonesia yang diterjemahkan ke dalam kelembagaan koperasi dan partisipasi publik yang terbuka.

Salah satu aspek yang menarik dalam proses ini adalah partisipasi aktif masyarakat dalam promosi lokasi. KKP mendorong para pengusul kampung untuk membuat konten di media sosial yang menjelaskan mengapa kampung mereka layak dipilih menjadi KNMP, dengan menyebut akun Instagram resmi @kkpgoid.

Ini adalah bentuk keterbukaan publik yang bertujuan menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pemerintah. Karena transformasi tak akan berhasil jika tidak dibangun bersama-sama.

Semua ini semakin menegaskan KNMP bukan sekadar pembangunan fisik. Ini adalah pernyataan politik bahwa negara hadir untuk memperbaiki ketimpangan struktural di pesisir.

Ini adalah komitmen bahwa kita ingin membangun Indonesia dari pinggiran, dari desa, dari masyarakat yang selama ini diam namun tangguh. Dan ini adalah janji yang ingin diwujudkan Presiden Prabowo Subianto bahwa setiap anak bangsa, termasuk nelayan dan pembudidaya ikan, berhak atas masa depan yang lebih baik!

Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *