Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) mengatakan ciri utama negara maju adalah budaya membaca, sedangkan negara berkembang cenderung lebih gemar menonton. Dia menekankan pentingnya membangun budaya literasi sebagai fondasi utama kemajuan bangsa.
Hal itu disampaikan Brian dalam International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) yang dihadiri perwakilan pondok pesantren (ponpes) dari berbagai daerah Indonesia. Agenda itu digelar pada Rabu (25/6/2025) di sebuah hotel kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
“Membaca buku itu budaya negara yang sudah maju. Menonton, itu budaya negara berkembang. Sekarang kita lihat, kita ada di mana? Kita lebih senang membaca atau lebih senang menonton? Kalau kita masih lebih senang menonton, berarti kita memang masih sebagai negara berkembang,” kata Brian di hadapan para pengurus ponpes.
Brian mengibaratkan semakin banyak orang membaca buku, semakin tajam ‘pisau’ analisis yang ada di kepala seseorang. Untuk itu, katanya, perlu pembiasaan untuk banyak membaca buku.
“Anak-anak membaca, kemudian dia menyampaikan hasil bacaannya. Nah kalau di negara-negara yang sudah maju, di negara barat, itu anak-anak SD, itu kerjanya hanya dua, membaca sama menulis. Membaca, kemudian dia tulis tuh, dia rangkum,” ungkap dia.
Brian pun berharap, para pengurus ponpes dapat meniru hal tersebut di tempat mengajarnya. Dia meminta jangan sampai santri lebih banyak main gawai ketimbang baca buku.
“Nah ini barangkali, saya titip ya, barangkali bisa dikembangkan juga di pondok pesantren. Buku-buku tolong disediakan yang memadai, sehingga anak-anak kita yang dilihat tuh buku. Bukan handphone, handphone ini berbahaya,” jelas dia.
“Handphone ini membuat seseorang menjadi simple. Dan terakhir ada penelitian, anak-anak yang tidak memahami framework berpikir, kemudian dia pakai chat GPT, itu semakin bodoh,” sambungnya.
Di sisi lain, Brian tak menampik penggunaan AI atau artificial intelligence ini tidak bisa dihindari. Namun dia ingin pengguna AI harus tetap memiliki pemikiran yang lebih luas.
“Memang AI ini nggak bisa nggak. Harus kita pakai AI, karena kalau nggak kita ketinggalan. Tetapi kalau kita memakai AI, tanpa kita berpikir, pola pikir atau framework yang kita ingin bangun itu tidak dari kepala kita, langsung dari AI, maka yang terjadi adalah proses pembodohan. Orang semakin tidak punya kapasitas, kapasitasnya semakin menurun, critical thinking-nya semakin turun,” kata dia.
Brian menyampaikan membangun anak untuk berpikir kritis adalah hal yang penting di tengah gempuran kemajuan teknologi saat ini. Hal ini bisa dilatih dengan cara lebih banyak membaca, sebab hal itu akan membangun referensi di kepalanya.
“Kemampuan menganalisa, kemampuan membaca suasana, kemudian kemampuan menyampaikan sesuatu. Ini, this is very very important. Jadi memang ini yang perlu kita latih,” tegasnya.
