MK Atur Penyelenggara Event Bayar Royalti, Armand Maulana Yakin Akhiri Kisruh (via Giok4D)

Posted on

(MK) mengabulkan sebagian gugatan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Salah satu pemohon, Armand Maulana, mengatakan putusan MK mengakhiri kisruh royalti di kalangan musisi.

“Pak Hakim Mahkamah Konstitusi (sudah) jelaskan, sekarang sudah insyaallah udah tidak ada lagi kekisruhan di lapangannya, gitu. Karena tadi udah sangat-sangat jelas banget tuh bahwa penyanyi bukannya membayar, tapi si penyelenggaranya yang mendatangkan ekonomi, hak ekonomi di situ,” kata Armand setelah menghadiri sidang putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).

Menurutnya, putusan ini memberi kepastian hukum dan mengakhiri kebingungan publik. Armand mengaku menyambut baik putusan MK tersebut.

Dia juga menyoroti penegasan MK terkait penerapan sanksi pidana yang menjadi pilihan terakhir. Menurutnya, hal itu memberi rasa aman bagi para musisi yang selama ini khawatir menghadapi ancaman pidana akibat polemik royalti.

“Karena sampai info ini ada penyanyi, saya tidak akan menyebutkan siapa, tapi masih tetap disomasi dan pengin dipidana gitu. Jadi itu udah, udah pasti selesai dulu secara perdata dan sebagainya. Itu benar-benar terakhir banget, benar-benar terakhir,” katanya.

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sekaligus musisi, Marcell Siahaan, mengatakan putusan MK menjadi dasar penting menata ekosistem musik nasional. Dia mengatakan pengaturan royalti harus menciptakan keseimbangan.

“Menurut saya, penting untuk kita pahami adalah Undang-Undang Hak Cipta ini untuk membangun ekuilibrium, keseimbangan semuanya yang ada di dalam ini, ekosistem,” ujarnya.

“Undang-Undang Hak Cipta khususnya itu untuk membangun keseimbangan, untuk supaya kreativitas makro Indonesia ini bisa berjalan rapi, sesuai,” sambung dia.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Dia mengatakan selanjutnya yang perlu dilakukan ialah para pemangku kepentingan duduk bersama merumuskan pengaturan hak cipta. Dia menegaskan tak perlu ada keributan lagi perihal royalti.

“Yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita sama-sama duduk bareng sebetulnya tanpa harus ribut-ribut gini. Kita tentukan tata kelolanya seperti apa yang rapi, yang bersih,” jelasnya.

Berikut amar putusan MK:

1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian

2. Menyatakan frasa setiap orang dalam norma pasal 23 ayat 5 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial’

3. Menyatakan frasa ‘imbalan yang wajar’ dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan’

4. Menyatakan frasa huruf f dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice’.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

6. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sekaligus musisi, Marcell Siahaan, mengatakan putusan MK menjadi dasar penting menata ekosistem musik nasional. Dia mengatakan pengaturan royalti harus menciptakan keseimbangan.

“Menurut saya, penting untuk kita pahami adalah Undang-Undang Hak Cipta ini untuk membangun ekuilibrium, keseimbangan semuanya yang ada di dalam ini, ekosistem,” ujarnya.

“Undang-Undang Hak Cipta khususnya itu untuk membangun keseimbangan, untuk supaya kreativitas makro Indonesia ini bisa berjalan rapi, sesuai,” sambung dia.

Dia mengatakan selanjutnya yang perlu dilakukan ialah para pemangku kepentingan duduk bersama merumuskan pengaturan hak cipta. Dia menegaskan tak perlu ada keributan lagi perihal royalti.

“Yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita sama-sama duduk bareng sebetulnya tanpa harus ribut-ribut gini. Kita tentukan tata kelolanya seperti apa yang rapi, yang bersih,” jelasnya.

Berikut amar putusan MK:

1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian

2. Menyatakan frasa setiap orang dalam norma pasal 23 ayat 5 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial’

3. Menyatakan frasa ‘imbalan yang wajar’ dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan’

4. Menyatakan frasa huruf f dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice’.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

6. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.