Momen Simulasi Pelayanan Unjuk Rasa Diperagakan di Apel Kasatwil 2025

Posted on

mengubah paradigma penanganan unjuk rasa atau demonstrasi dari pengamanan menjadi pelayanan. Bagaimana mekanisme pelayanan unjuk rasa itu?

Momen peragaan ini berlangsung di acara Apel Kasatwil Polri Tahun 2025, yang digelar di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, selama tiga hari sejak Senin (24/11) hingga hari ini, Rabu (26/11/2025). Simulasi peragaan ini dipimpin oleh Dirsamapta Korsabhara Baharkam Polri Brigjen Mokhamad Ngajib.

Unjuk rasa atau demonstrasi diketahui wajib mendapatkan perlindungan dan pelayanan dari kepolisian. Saat ini, penanganan unjuk rasa menjadi salah satu bagian dari reformasi Polri, di mana Polri telah membuat perubahan paradigma penanganan unjuk rasa menjadi soft approach, yaitu dengan memberikan pelayanan terhadap pelaksanaan unjuk rasa dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai dengan peraturan Kapolri.

Berikut peragaannya:

Peragaan pertama menunjukkan bagaimana masyarakat atau ketua kelompok aksi atau korlap membuat laporan untuk menggelar aksi massa ke Polres. Kemudian korlap akan mendapat surat tanda terima pemberitahuan (STTP).

Setelah itu, kapolres terkait akan berkoordinasi dengan instansi terkait. Kemudian kapolres akan memerintahkan jajaran untuk melaksanakan kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD).

Setelah itu, petugas akan melakukan patroli yang menghadirkan Pamapta sebagai unsur operasional yang mempunyai respons cepat dan sebagai garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan melaksanakan pemantauan situasi di lokasi target pengunjuk rasa dan sekitarnya.

Setelah itu, ada peragaan patroli lalu lintas. Patroli ini untuk memastikan terpeliharanya kamseltibcarlantas di seluruh wilayah, terutama lokasi unjuk rasa.

Untuk di lokasi, ada Bhabinkamtibmas yang memberikan imbauan masyarakat agar tidak terprovokasi. Lalu, ada peragaan satuan Sabhara untuk mencegah adanya gangguan Kamtibmas maupun tindak kejahatan.

Dalam peragaan ini, ada juga unit K-9 Polsatwa melakukan patroli dan sterilisasi di sekitar lokasi unjuk rasa. Hal ini untuk memastikan lokasi bebas dari benda bahaya seperti bom, sajam, dan sejenisnya.

Di peragaan ini, ada contoh bagaimana penanganan unjuk rasa tertib, kurang tertib, dan tidak tertib. Untuk yang kurang tertib, dalam peragaan ini terlihat ada kapolres yang mendatangi massa aksi untuk melakukan negosiasi.

Lalu, ada contoh massa semakin emosional dan mulai mendorong barikade taktis. Kemudian unit K-9 Ditpolsatwa mengambil posisi sebelah kanan untuk mengamankan anggota di momen ini.

Setelah itu, peragaan ini dilanjutkan dengan contoh penanganan unjuk rasa tidak tertib. Dalam hal unjuk rasa tidak tertib, ketika massa mulai melakukan pemukulan dan pelemparan kepada massa, kapolres akan memerintahkan dalmas lanjut untuk melakukan lapis ganti.

Di momen ini, unit K-9 Polsatwa akan melakukan tindakan mengurai massa agar massa menjauh dari petugas awal dan memberikan kepada dalmas lanjut untuk lapis ganti.

Setelah berganti, personel dalmas akan mendorong massa agar mundur. Saat proses ini, kapolres akan memberitahu massa dan mengimbau massa agar kembali tertib dan membubarkan diri.

Kemudian di peragaan ini ada salah satu personel menjadi korban akibat lemparan cairan keras yang dilakukan oleh massa perusuh. Kemudian, anggota dalmas ini langsung diberi pertolongan pertama dengan menyiramkan air.

Ketika massa mulai melakukan pembakaran ban, kapolres akan memerintahkan tim pemadam dan tim pelindung bergerak melakukan pemadaman. Jika hal ini belum membuat massa bubar, diperlihatkan momen peragaan personel menembakkan gas air mata oleh tim raimas.

Di momen ini dijelaskan bahwa penindakan tim raimas ini dilakukan apabila di lokasi unjuk rasa tidak ada bantuan pasukan Brimob. Namun, apabila ada bantuan dari Brimob, maka Brimob akan turun mengganti personel dalmas.

Brimob terlihat mendorong massa dengan mendorong menggunakan tameng sekat, kemudian brimob juga akan menggunakan water canon untuk membubarkan massa. Dalam peragaan ini, ditunjukkan contoh ketika ada salah satu orang berupaya membakar pos maka orang itu akan diamankan dibawa ke polres untuk dilakukan proses penyidikan, setelah itu massa akan dibubarkan menggunakan gas air mata.

Dalam hal unjuk rasa berubah menjadi rusuh berat seperti ada pembakaran, penjarahan, perusakan terorganisir yang berpotensi menyebabkan luka berat ataupun kematian, maka personel PHH Brimob akan melaporkan kepada danyon Brimob untuk melakukan lintas ganti dengan SPP Brimob karena eskalasi di lapangan sudah rusuh berat.

Jika sudah mendapat izin kapolda, kapolres memerintahkan danyon Brimob untuk melakukan lintas ganti dengan SPP Brimob. Dalam peragaan ini, terlihat SPP Brimob melakukan tindakan tegas terukur tidak mematikan terhadap salah satu massa perusuh berat.

Kemudian ada peragaan di mana tim intel melaporkan kepada kapolres terjadi penjarahan di toko swalayan dan pembakaran pos polisi. Maka, SPP Brimob juga akan melakukan penindakan dan penangkapan terhadap orang tersebut.

Sebelumnya, Jenderal Sigit berencana mengubah paradigma penanganan aksi unjuk rasa atau demonstrasi dari pengamanan menjadi pelayanan. Disebutkan, saat ini Polri tengah mencari referensi model penanganan aksi yang tepat.

“Jadi tentunya kita harus selalu adaptif dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Makanya tadi tagline kita juga kita ubah dari yang awalnya menjaga menjadi melayani,” kata Jenderal Sigit.

Jenderal Sigit menjelaskan upaya ini dilakukan untuk mencegah adanya distorsi. Apalagi tunggangan-tunggangan yang justru membuat tujuan dari penyampaian pendapat di muka umum tidak tersampaikan dengan baik.

Meski begitu, dia mengatakan harus tetap dibedakan antara massa unjuk rasa dengan massa rusuh. Dengan begitu, tindakan yang diambil bisa terukur dan penanganan cepat ketika terjadi kerusuhan.

“Jadi, hal-hal ini yang tentunya nanti akan kita lakukan adopsi dan kemudian kita lakukan perbaikan di dalam pola-pola pengamanan dan pelayanan kita terhadap penyampaian pendapat di muka umum ke depan,” jelasnya.


Sebelumnya, Jenderal Sigit berencana mengubah paradigma penanganan aksi unjuk rasa atau demonstrasi dari pengamanan menjadi pelayanan. Disebutkan, saat ini Polri tengah mencari referensi model penanganan aksi yang tepat.

“Jadi tentunya kita harus selalu adaptif dengan apa yang menjadi harapan masyarakat. Makanya tadi tagline kita juga kita ubah dari yang awalnya menjaga menjadi melayani,” kata Jenderal Sigit.

Jenderal Sigit menjelaskan upaya ini dilakukan untuk mencegah adanya distorsi. Apalagi tunggangan-tunggangan yang justru membuat tujuan dari penyampaian pendapat di muka umum tidak tersampaikan dengan baik.

Meski begitu, dia mengatakan harus tetap dibedakan antara massa unjuk rasa dengan massa rusuh. Dengan begitu, tindakan yang diambil bisa terukur dan penanganan cepat ketika terjadi kerusuhan.

“Jadi, hal-hal ini yang tentunya nanti akan kita lakukan adopsi dan kemudian kita lakukan perbaikan di dalam pola-pola pengamanan dan pelayanan kita terhadap penyampaian pendapat di muka umum ke depan,” jelasnya.