Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Fraksi NasDem Sugeng Suparwoto mendukung revisi segera dibahas. Sugeng menilai kekosongan regulasi, khususnya di sektor hulu, telah menimbulkan ketidakpastian tata kelola migas.
“Setuju sekali untuk segera dituntaskan mengingat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 itu, beberapa pasalnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga ada semacam ketidakpastian, utamanya di sektor hulu migas,” kata Sugeng kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).
Sugeng mengatakan pembentukan SKK Migas melalui Peraturan Presiden (Perpres) hanyalah solusi sementara untuk mengisi kekosongan pasca putusan MK. Sebab itu, dia menilai kedudukan SKK Migas tidak cukup kuat untuk menjalankan mandat besar sebagai pengelola hulu migas nasional.
“Jadi, SKK Migas itu berdiri semata-mata untuk mengisi kekosongan di mana BPH Migas dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga, namanya Perpres itu tidak sekuat Undang-Undang,” katanya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Dia menilai perlu pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK). Hal itu sebagaimana diamanatkan MK harus menjadi prioritas utama dalam RUU Migas
“Memastikan tentang tata kelola kelembagaan yang dengan undang-undang, tidak semata-mata dengan Perpres, seperti SKK Migas saat ini adalah berdiri atas Perpres,” ujarnya.
“Nah, bentuknya apa Badan Usaha Khusus? Ya, nanti menjadi menjadi diskusi bersama kita,” sambungnya.
Selain penguatan kelembagaan, Sugeng menekankan pentingnya mengatur keberadaan Petroleum Fund dalam RUU Migas. Dana ini, kata dia, penting untuk mendukung eksplorasi di sektor hulu.
“Petroleum Funds adalah diutamakan untuk eksplorasi di sektor hulu migas, untuk mencari cadangan baru,” ujarnya.
“Untuk men-drive, untuk mencari cadangan, karena kita ini sudah sumur-sumur tua semua, cadangan tua, maka diperlukan adanya Petroleum Funds, ya,” imbuh dia.
Sebelumnya, Komisi XII DPR RI bersiap membahas kembali revisi UU Migas. Mayoritas fraksi disebut mendukung RUU Migas yang dulu sempat mencuat dibahas.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan, pada periode 2014-2019, RUU Migas selesai dibahas di DPR dan diserahkan ke pemerintah. Pada Januari 2019, Surpres terkait RUU Migas terbit ke kementerian terkait namun pemerintah disebut tidak menyertakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai lampiran Surpres tersebut.
RUU Migas juga pernah dibahas di DPR periode 2019-2024. Rancangan beleid ini sudah disinkronisasi dan diharmonisasi di tingkat Baleg DPR RI dan diserahkan ke Komisi VII DPR. Pada akhirnya, RUU Migas masih tetap berupa rancangan karena Komisi VII DPR tidak melanjutkan pembahasan ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan.
“Kami bersiap memulai kembali pembahasan revisi UU Migas untuk segera dirampungkan,” kata Bambang, Jumat (12/12/2025).







