Pakar Hukum Tata Negara, Muhamad Rullyandi, menegaskan bahwa penugasan anggota Polri di luar institusi tetap sah secara hukum. Hal itu berlaku selama dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan pemerintah tentang manajemen pegawai negeri sipil.
Menurut Rullyandi, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak melarang penugasan anggota Polri aktif ke kementerian atau lembaga negara lainnya. Asalkan, katanya, selama itu dilakukan dalam koridor peraturan yang berlaku dan bukan dalam konteks jabatan politik.
“Sebetulnya di Undang-Undang Polri itu tidak mengatur pembatasan penugasan di luar kepolisian sepanjang itu berkaitan dengan Undang-Undang ASN,” ujar Rullyandi kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Ia menjelaskan, pembatasan hanya berlaku bagi anggota Polri yang hendak mengisi jabatan politik. Seperti menjadi anggota DPR, kepala daerah, atau menteri. Dalam hal ini, yang bersangkutan wajib mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dini.
“Undang-Undang Polri hanya membatasi sepanjang berkaitan dengan pengisian jabatan-jabatan di luar Polri yang prosesnya melalui politik. Seperti calon anggota DPR, kepala daerah, atau menteri, itu memang harus mengundurkan diri,” jelasnya.
Sementara itu, untuk jabatan non-politis di kementerian atau lembaga, Rullyandi menegaskan tidak ada pelanggaran hukum apabila penugasan tersebut dilakukan dengan penyetaraan jabatan melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Selama penugasan anggota Polri di kementerian atau lembaga dilakukan sesuai Undang-Undang ASN, dalam koridor peraturan pemerintah tentang manajemen ASN, dan dikoordinasikan dengan Kemenpan-RB, maka itu tidak menimbulkan persoalan,” katanya.
Lebih lanjut, ia juga menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru tidak mengubah secara prinsip kedudukan hukum terkait penugasan anggota Polri di luar institusi Polri.
“Dengan putusan MK yang baru, posisi Polri tetap sah untuk memberikan penugasan anggota di luar struktur Polri, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ASN dan manajemen pegawai negeri sipil,” pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia atau Polri. Putusan ini membuat polisi harus mengundurkan diri secara pemanen dan tak lagi berstatus anggota aktif Polri jika hendak menjabat di luar institusi Polri.
Putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025). Gugatan itu diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 28 ayat 3 UU Polri itu punya semangat atau substansi yang sama dengan pasal 10 ayat (3) TAP MPR nomor VII/MPR/2000. MK menyatakan kedua ketentuan itu menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri.
“Secara substansial, kedua ketentuan tersebut menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Artinya, apabila dipahami dan dimaknai secara tepat dan benar, ‘mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis dan tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” ujarnya.
MK mengatakan jabatan yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian. MK menyatakan hal itu dapat diketahui dengan merujuk UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
MK juga mengatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Polri tidak memperjelas norma apapun. MK mengatakan frasa itu malah mengakibatkan ketidakjelasan norma. Hal itu membuat MK menghapus frasa tersebut.
“Adanya frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ telah mengaburkan substansi frasa ‘setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ dalam pasal 28 ayat (3) II 2/2002,” ujar MK.
Berikut amar putusan lengkap yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo:
1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Ada alasan berbeda dan pendapat berbeda dalam putusan ini dari dua hakim MK, yakni Daniel Yusmic P Foekh dan Guntur Hamzah.
Berikut petitum lengkap pemohon yang dikabulkan seluruhnya oleh MK:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan bahwa pasal 28 ayat (3) UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstutional) sepanjang tidak dimaknai:
‘Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri secara permanen dan tidak lagi berstatus sebagai anggota aktif Polri’
3. Menyatakan penjelasan pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
‘Bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum mengundurkan diri atau pensiun tidak dapat secara sah menduduki jabatan sipil, termasuk jabatan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia’
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI
Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia atau Polri. Putusan ini membuat polisi harus mengundurkan diri secara pemanen dan tak lagi berstatus anggota aktif Polri jika hendak menjabat di luar institusi Polri.
Putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025). Gugatan itu diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 28 ayat 3 UU Polri itu punya semangat atau substansi yang sama dengan pasal 10 ayat (3) TAP MPR nomor VII/MPR/2000. MK menyatakan kedua ketentuan itu menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri.
“Secara substansial, kedua ketentuan tersebut menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Artinya, apabila dipahami dan dimaknai secara tepat dan benar, ‘mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis dan tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” ujarnya.
MK mengatakan jabatan yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian. MK menyatakan hal itu dapat diketahui dengan merujuk UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
MK juga mengatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Polri tidak memperjelas norma apapun. MK mengatakan frasa itu malah mengakibatkan ketidakjelasan norma. Hal itu membuat MK menghapus frasa tersebut.
“Adanya frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ telah mengaburkan substansi frasa ‘setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ dalam pasal 28 ayat (3) II 2/2002,” ujar MK.
Berikut amar putusan lengkap yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo:
1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Ada alasan berbeda dan pendapat berbeda dalam putusan ini dari dua hakim MK, yakni Daniel Yusmic P Foekh dan Guntur Hamzah.
Berikut petitum lengkap pemohon yang dikabulkan seluruhnya oleh MK:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan bahwa pasal 28 ayat (3) UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally unconstutional) sepanjang tidak dimaknai:
‘Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri secara permanen dan tidak lagi berstatus sebagai anggota aktif Polri’
3. Menyatakan penjelasan pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
‘Bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum mengundurkan diri atau pensiun tidak dapat secara sah menduduki jabatan sipil, termasuk jabatan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia’
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI
