Waketum PAN mendukung usulan Partai Golkar terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) dipilih DPRD. Viva mengatakan pilkada dapat dipilih DPRD, asalkan tak memicu gejolak publik.
“PAN setuju pilkada dilaksanakan secara tidak langsung, atau dipilih melalui DPRD, dengan catatan bahwa, seluruh partai politik bersepakat bulat untuk menerima pilkada dilaksanakan tidak langsung,” kata Viva kepada wartawan, Senin (22/12/2025).
Menurutnya, jika semua partai politik menyetujui pilkada dipilih DPRD, proses pembahasan revisi UU Pilkada tak akan digunakan oleh parpol untuk berselancar menjaring suara rakyat. Selain itu, PAN menyetujui usulan kepala daerah dipilih DPRD asal tak menimbulkan gejolak publik.
“Tidak menimbulkan pro kontra secara tajam dan meluas di publik. Karena setiap pembahasan UU Pilkada memancing demonstrasi yang masif secara nasional,” ujarnya.
Viva Yoga menilai pilkada dipilih DPRD tak melanggar konstitusi. Sebab, dalam UUD 1945 tak menyebut secara eksplisit jika pilkada dipilih langsung oleh rakyat atau DPRD.
“Secara hukum tata negara, UUD 1945 tidak menyebut secara eksplisit bahwa Pilkada dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Keduanya sama-sama konstitusional dan tidak melanggar hukum, yang ditekankan adalah prosesnya harus demokratis,” ujarnya.
“Hal itu diatur di Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945: Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis,” sambung dia.
Selain itu, kata dia, MK juga telah memutuskan frasa dipilih secara demokratis merupakan open legal policy, di bawah kewenangan DPR dan pemerintah. Namun, dia mengatakan dalam kajian akademis sampai saat ini masih terjadi pro kontra antara pilkada dipilih DPRD.
“Bagi yang setuju pemilihan pilkada secara tidak langsung di antaranya, lebih efektif dan efisien biaya. Kandidat akan tertantang mempersiapkan visi misinya,” ujarnya.
“Menurunkan potensi konflik suku, agama, adat, dan ras. Karena terkadang faktor primordialitas dimasukkan ke turbulensi politik sehingga menimbulkan politik SARA. Hal itu yang dihindari,” sambung dia.
Selain itu, dia mengatakan pilkada dipilih DPRD juga akan mengurangi potensi money politik. Meskipun, menurutnya, potensi anggota dewan dan partainya terlibat money politic masih terbuka.
“Menghindari money politic karena pengalaman empiris, banyaknya suara kandidat ditentukan oleh banyaknya amplop yang dibagikan ke rakyat. Potensi anggota dewan dan partainya yang terlibat money politic juga tidak tertutup kemungkinan. Makanya harus ada penanganan khusus soal pencegahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,” paparnya.
Lebih lanjut, menurutnya, pihak-pihak yang tak setuju pilkada dipilih DPRD, ialah untuk menghargai kedaulatan rakyat. Selain itu, calon terpilih memiliki legitimasi politik.
“Argumentasi bagi yang setuju pilkada langsung, di antaranya, menghargai makna kedaulatan rakyat karena melibatkan partisipasi rakyat untuk memilih langsung,” tuturnya.
“Calon terpilih memperoleh legitimasi politik dari rakyat karena mendapatkan suara langsung dari rakyat,” imbuh dia.
Sebelumnya, Partai Golkar telah merampungkan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 1 Tahun 2025. Muncul sejumlah poin yang disepakati, salah satunya terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD hingga pembentukan Koalisi Permanen.
“Partai Golkar mendorong transformasi pola kerja sama politik dari sekadar koalisi elektoral yang bersifat taktis menuju pembentukan Koalisi Permanen yang ideologis dan strategis, berbasis pada kesamaan platform dan agenda kebijakan,” kata Ketum Golkar Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/12).
Pihaknya juga mengusulkan Pilkada dilaksanakan melalui DPRD. Rapimnas Golkar juga merekomendasikan adanya perbaikan dalam Pemilu sistem proporsional terbuka di RI.
“Partai Golkar mengusulkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, dengan menitik beratkan pada keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses pelaksanaannya,” kata Bahlil.
