Pemerintah diwakili Kementerian Hukum menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) . RUU ini terdiri atas tiga bab untuk menyesuaikan aturan lain dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang berlaku 2 Januari 2026.
Rapat digelar di ruang Komisi III DPR gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Dede Indra Permana Soediro.
“Bapak Ibu Pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI yang kami muliakan, secara garis besar RUU ini berisi 3 bab. Bab I Penyesuaian Pidana dalam Undang-Undang di luar KUHP,” kata Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, dalam rapat di DPR.
Dia mengatakan RUU ini ditujukan agar ada standar pemidanaan secara nasional. Menurut dia, hal ini penting untuk penataan ulang pidana sesuai dengan KUHP baru.
“Penyelesaian ancaman pidana penjara untuk menjaga personalitas dan menghilangkan disparitas. Penataan ulang pidana tambahan agar sesuai dengan sistem sanksi dalam KUHP. Penyesuaian dilakukan untuk memberikan satu standar pemidanaan yang konsisten secara nasional,” katanya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Adapun Bab II, katanya, berisi penyesuaian pidana dalam peraturan daerah (perda). Pemerintah berharap aturan pada Bab II ini bisa menjaga proporsionalitas pemidanaan dan mencegah overregulasi.
“Bab II penyesuaian pidana dalam peraturan daerah. Adapun materi yang diatur, satu, pembatasan pidana denda yang dapat diatur dalam peraturan daerah yang paling tinggi kategori ke-3 sesuai sistem KUHP. Kedua, penghapusan pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah,” ujar Eddy.
“Tiga, penegasan bahwa peraturan daerah hanya dapat memuat ketentuan pidana untuk norma tertentu yang bersifat administratif dan berskala lokal,” sambungnya.
Pada Bab III, akan ada penyesuaian dan penyempurnaan KUHP. Dia menyebut perubahan dilakukan untuk menjamin KUHP berlangsung efektif dan tak multitafsir.
“Bab III penyesuaian dan penyempurnaan KUHP. Penyesuaian terhadap UU KUHP dilakukan pada pasal-pasal yang memerlukan perbaikan redaksional dan teknis penulisan, penegasan ruang lingkup norma, dan harmonisasi ancaman pidana agar tidak lagi mengandung minimum khusus atau rumusan kumulatif yang tidak sesuai dengan sistem baru,” ujarnya.







