Sistem pemilu akan menentukan strategi bagi partai politik maupun politisi dalam kontestasi politik. Konsekuensi dari strategi tersebut akan membentuk perilaku pemilih. Hasil pemilu 1955 tentang politik aliran menjadi kredo krusial membedah perilaku politik pemilih di Indonesia.
Hasil penelitian Herbet Feith yang dibukukan dalam buku “Pemilihan Umum 1955 di Indonesia” menjadi banyak rujukan pengamat, analis bahkan politisi dan partai politik untuk membaca geneologi pemilih di Indonesia.

Feith menggambarkan sikap pemilih dalam kategorisasi nasionalis yang diwakili PNI, IPKI, PRN, GPPS dan PIR-Hazairin, aliran agama (NU, Masyumi, PSII, Perti, partai Katolik dan Parkindo), Sosialis/Komunis (PKI, PSI, Acoma). Potret ini mirip dengan klasifikasi masyarakat yang ditemukan Clifford Geertz di Kediri yang membagi pilihan politik berdasarkan basis sosiologis yang disebut Abangan, Santri dan Priyayi.
Namun, sejak pemilu pasca reformasi dengan sistem proporsional terbuka. Demokrasi Indonesia dihadapkan pada biaya tinggi politik. Kuasa uang jadi penentu kemenangan partai politik maupun caleg untuk terpilih menjadi wakil rakyat.
Pemilihan langsung yang diharapkan menjadi legitimasi bagi para wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen maupun pemerintahan kuat dan aspiratif dihadapkan pada pragmatisme isi tas. Pemilihan langsung yang bertujuan memilih calon kandidat yang sesuai hati nurani rakyat sebagai bentuk kritik proses pemilihan semasa orde baru yang manipulatif terjebak pada transaksi politik jangka pendek.
Pelibatan rakyat secara langsung untuk menentukan siapa pemimpinnya, siapa wakilnya melalui mekanisme remidial lima tahunan suksesi kepemimpinan dilakukan di setiap tingkatkan, mulai tingkat nasional dengan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPD hingga provinsi dan kabupaten/kota. Memiliki makna agar wakil-wakil rakyat yang terpilih benar-benar memenuhi aspirasi rakyat, bertanggungjawa terhadap kebutuhan dan kebijakan politik yang pro-rakyat.
Tetapi, sistem pemilu langsung untuk memilih pejabat eksekutif dan sistem pemilu proporsional terbuka dalam Pileg membuat dunia politik bertumpu pada calon.
Sehingga partai hanyalah kendaraan politik yang tak lebih dari sarana nir ideologis meraih kursi kekuasaan. Partai hanya instrumen mengantar calon untuk mendapatkan kursi. Modal popularitas dan amunisi politik menentukan siapa yang dipilih partai maupun rakyat.
Dalam konteks sistem proporsional terbuka secara penuh, persaingan internal partai lebih menentukan prospek elektoral seorang caleg daripada persaingan antar partai (Chang, 2025, Carey dan Shutgat, 1995, Muhtadi 2020). Dengan sistem pemilu proporsional terbuka, kelembagaan partai bersifat formalitas. Kekuatan utama partai beralih pada kandidat. Sumbangan suara terbesar partai berasal dari calon/kandidat.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Sistem proporsional terbuka yang exsisting telah dilaksanakan 4 kali dalam pemilu (2009, 2014, 2019 dan 2024) pasca reformasi dinilai banyak kalangan menjadi sumber kemunduran demokrasi. Pemilu dianggap lebih kandidatsentris, pemilu dengan padat modal, jaringan timses serta merenggangnya hubungan pemilih dengan partai.
Burhanudin Muhtadi menyebutkan dalam 3 pemilu terakhir terjadi pengingkatan yang signifikan penggunaan politik uang. Biaya tinggi politik dan maraknya politik uang ditengarai menjadi ekses dari model sistem pemilihan proporsional terbuka tersebut.
Kritik perbaikan partai dapat dimulai dari desain sistem pemilu yang paling cocok untuk Indonesia. Kembali menggunakan sistem proporsional tertutup seperti 1955 dan pemilu semasa orde baru atau menggabungkan sistem proporsional tertutup dan terbuka dengan modifikasi yang cocok untuk Indonesia. Kajian ini penting buat perumus undang-undang merevisi aturan main yang juga sudah diputuskan MK dalam Putusan 135 tentang pemilu lokal dan pemilu nasional.
Perubahan desain sistem pemilu sangat berpengaruh terhadap perilaku memilih. Secara teori pendekatan yang selama ini menjadi basis dalam membaca perilaku memilih yaitu The Columbia Study, The Michigan Model, dan Rational Choice (Bartels, 2012; Roth, 2008).
Ketiga pendekatan tersebut lebih dikenal dengan istilah sosiologis, psikologis dan pilihan rasional. Menurut Funnel Causality (diadaptasi dari Campbell et al., 1960 oleh Dalton, 2002) untuk menjelaskan factor-faktor pemilih menentukan pilihannya. Struktur ekonomi, pembelahan sosial, faktor budaya, hingga party-id menjadi faktor penentu seseorang menentukan pilihannya.
Sayangnya, di Indonesia banyak penelitian yang menyebutkan, pemilih yang menentukan pilihan politik atas dasar kedekatan dengan partai tertentu (party id) semakin rendah. Bahkan, pemilih tidak lagi perlu tahu dari mana asal partai pengusungnya, yang penting dia tahu kandidat ataupun timses kandidat.
Sudah sangat jarang ditemui, pemilih akan mengidentifikasi dirinya dengan partai tertentu lalu akan mencari calon yang diusung oleh partai tersebut, kecuali pengurus-pengurus partai. Survei-survei politik yang banyak dilakukan lembaga survei di Indonesia menemukan hampir 85 persen orang mudah pindah partai atau memilih partai atau kandidat tidak berdasarkan dengan asal partainya.
Burhanudin Muhtadi dalam bukunya Kuasa Uang menyebutkan bahwa semakin rendah party-ID seseorang semakin besar kemungkinan dia menerima praktik politik uang. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat party-ID pemilih maka semakin kecil sikap penerimaannya terhadap praktik politik uang.
Dalam banyak penelitian dan temuan hasil survei, Burhan menyebutkan rendahnya party-ID di Indonesia. LSI tempatnya bernaung menyebutkan party-id di Indonesia hanya mencapai 14 persen. Sementara di negara-negara maju dengan ukuran demokrasi yang lebih mapan, party-ID bisa mencapai di atas 40 persen.
Oleh karena itu, urgen bagi para perancang undang-undang untuk dapat mendesain sistem pemilu yang memberdayakan pemilih dalam konteks kebijakan jangka panjang serta menguatkan fungsi partai politik.
Ahan Syahrul Arifin. Tenaga Ahli di DPR RI, Mahasiswa S-3 di Universitas Brawijaya Malang.
Tonton juga Video: Heboh Aturan Ijazah Capres-Cawapres Dirahasiakan Berujung Dibatalkan