Ketua Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur menyoroti pernikahan anak SMP dan SMK di Lombok Tengah yang viral. Dia menekankan pentingnya mengubah tradisi pernikahan dini.
“Ya, tradisi pernikahan dini harus diubah untuk kebaikan masa depan anak-anak,” kata Gus Fahrur kepada wartawan, Rabu (27/5/2025).
Gus Fahrur menuturkan secara agama, pernikahan dini diperbolehkan jika memenuhi syarat. Meski demikian, pernikahan dini tidak dianjurkan karena banyak menimbulkan hal negatif.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Pernikahan dini pada dasarnya diperbolehkan asal memenuhi syarat dan rukun pernikahan, namun tidak dianjurkan karena banyak hal negatif yang perlu dipertimbangkan dan UU yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
“Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun. Dispensasi pernikahan dini dapat diberikan oleh pengadilan dengan alasan sangat mendesak,” lanjutnya.
Gus Fahrur mengatakan pernikahan membutuhkan kematangan fisik, mental bahkan emosional. Hal itu belum dimiliki anak di bawah umur.
“Pernikahan ideal membutuhkan kematangan fisik, mental, dan emosional yang mungkin belum dimiliki anak di bawah umur,” ucapnya.
Selain itu, resiko kesehatan juga berpotensi terjadi.
“Pernikahan dini berisiko kesehatan, karena ibu yang menikah muda memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi selama kehamilan dan persalinan,” imbuhnya.
Seperti diketahui, viral di media sosial pernikahan anak SMP dengan mempelai pria yang merupakan siswa SMK. Pernikahan yang digelar di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tersebut menjadi sorotan hingga berujung orang tua dipolisikan.
Pasangan yang menikah itu adalah perempuan berinisial SMY (15), asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur; dengan pria berinisial SR (17), asal Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah.
Gelagat SMY dalam video prosesi nyongkolan atau pernikahan adat Sasak yang beredar luas juga menimbulkan keprihatinan. Dalam video yang diunggah akun Facebook @Dyiok Stars, tampak mempelai perempuan berjoget sambil berjalan menuju kuade atau pelaminan.
Ia ditandu oleh dua perempuan dewasa. Tingkah lakunya itu dinilai janggal oleh sejumlah warganet.
“Org (orang) stres suruh nikah gimana ceritanya,” komentar akun @Dede Zahra Zahra di kolom unggahan video tersebut, dikutip infoBali, Sabtu (24/5).
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Joko Jumadi menyoroti gelagat mempelai perempuan yang tampak tidak biasa dalam video yang viral tersebut. Namun ia menegaskan bahwa pihaknya belum dapat menyimpulkan kondisi psikologis anak tersebut tanpa pemeriksaan medis.
“Nanti. Kami belum bisa memastikan itu. Nanti pada proses pemeriksaan kepolisian. Kita tidak bisa menjustifikasi kenapa-kenapa, semua harus melalui pemeriksaan tenaga medis, dan itu akan kita lakukan,” jelasnya.