memerintahkan agar pemerintah menggratiskan pendidikan dasar yakni jenjang SD dan SMP negeri dan swasta. Bagaimana awal mula gugatan itu?
Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 3/PUU-XXIII/2025. Gugatan ini diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Fathiyah dan Novianisa adalah ibu rumah tangga, sementara Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Mereka diwakili oleh advokat yang tergabung dalam Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS).
Dasar alasan permohonan mereka adalah tidak maksimalnya pemakaian anggaran pendidikan di sejumlah daerah di Indonesia. JPPI menemukan data pada tahun 2016 yang menujukan anggaran pendidikan tidak digunakan untuk program penuntasan wajib belajar di jenjang pendidikan dasar, tetapi lebih digunakan untuk belanja tidak langsung.
“Bahwa berdasarkan data-data anggaran Pendidikan dasar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sangat memungkinkan Pendidikan dasar baik di sekolah swasta maupun negeri dibiayai oleh 20% APB dan 20% APBD, dengan beberapa alasan yang mendukung,” bunyi alasan permohonan pemohon sebagaimana dilihat dalam putusan MK, Rabu (28/5/2025).
Adapun petitum mereka yakni:
1. Mengabulkan Permohonan PARA PEMOHON;
2. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) sepanjang frasa “Wajib Belajar minimal Pada Jenjang Pendidikan Dasar Tanpa Memungut Biaya” Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) Inkonstitusional secara bersyarat dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Wajib Belajar minimal Pada Jenjang
Pendidikan Dasar yang dilaksanakan di Sekolah Negeri maupun Sekolah Swasta Tanpa Memungut Biaya”;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau,Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Termohon dalam gugatan ini adalah pemerintah. Termohon pada dasarnya meminta hakim konstitusi menolak pengujian para pemohon seluruhnya atau tidak menerima permohonan itu dengan melampirkan sejumlah bukti yang diajukan pihak termohon.
Namun, MK memiliki pandangan lain. MK bahkan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, permohonan yang meminta agar pendidikan dasar digratiskan dikabulkan MK.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
MK berpandangan negara harus mewujudkan pembiayaan pendidikan dasar semua anak yang bersekolah di negeri atau swasta. Namun, untuk prinsip dasar frasa ‘tanpa memungut biaya’ menurut MK, bukan berarti sekolah swasta tidak boleh memungut biaya.
“Mahkamah juga memahami bahwa prinsip pendidikan dasar tanpa memungut biaya di sekolah negeri bertujuan untuk mengutamakan pengelolaan pendidikan oleh negara, dan tidak berarti bahwa seluruh pendidikan dasar harus sepenuhnya gratis di semua sekolah, in casu sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta),” kata hakim dalam pertimbangannya.
Meski begitu, sekolah swasta, kata MK, wajib memberikan kesempatan pada siswa agar mendapat skema kemudahan pembiayaan tertentu.
“Menurut Mahkamah, meskipun tidak dilarang sekolah/madrasah swasta sepenuhnya membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan yang berasal dari peserta didik atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, namun terhadap sekolah/madrasah swasta dimaksud tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungan sekolah/madrasah swasta dimaksud untuk menjadi peserta didik dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu, terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” katanya.