Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, menyerukan agar komunitas internasional mempertimbangkan sanksi terhadap Israel guna menghentikan perang di Jalur Gaza. Seruan itu disampaikannya di tengah Konferensi Tingkat Tinggi Madrid antara Eropa dan Arab, Minggu (26/5), untuk mendesak diakhirinya serangan militer Israel dan membahas Solusi Dua Negara.
Perluasan operasi militer Israel terhadap Hamas mendorong perubahan sikap sejumlah sekutu lama yang kini turut mendesak penghentian kekerasan.
Blokade bantuan selama dua bulan terakhir telah memperparah krisis kekurangan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan di wilayah Palestina. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan ancaman kelaparan massal. Organisasi kemanusiaan menyebut, pasokan bantuan yang belakangan diizinkan Israel masuk masih jauh dari mencukupi kebutuhan.
Pertemuan di Madrid ini bertujuan menghentikan perang yang disebut Albares sebagai “tidak manusiawi” dan “tidak masuk akal”. Dia menegaskan, bantuan kemanusiaan harus bisa masuk ke Gaza “secara masif, tanpa syarat, tanpa batas, dan tanpa dikendalikan oleh Israel”. Dia menyebut Gaza sebagai “luka terbuka umat manusia”.
“Diam di saat seperti ini sama saja dengan bersekongkol dalam pembantaian ini… itulah mengapa kami berkumpul di sini,” tegasnya.
Pertemuan ini dihadiri perwakilan dari sejumlah negara Eropa seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan Italia, serta utusan dari Mesir, Yordania, Arab Saudi, Turki, Maroko, Liga Arab, dan Organisasi Kerja Sama Islam. Negara-negara yang telah mengakui Negara Palestina seperti Norwegia, Islandia, Irlandia, Slovenia, dan Spanyol juga turut ambil bagian, bersama Brasil.
Menyusul keputusan Uni Eropa untuk meninjau ulang kerja sama dengan Israel, Albares menyatakan Spanyol akan meminta agar kerja sama itu “segera ditangguhkan”. Dia juga menyampaikan bahwa Spanyol akan mendorong embargo senjata terhadap Israel serta mempertimbangkan sanksi individu bagi pihak-pihak yang “berniat menggagalkan solusi dua negara secara permanen”.
Pertemuan ini juga bertujuan untuk menghidupkan kembali solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik Israel-Palestina.
Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, pada Minggu (26/5) menyebut kondisi kemanusiaan di Gaza “tidak tertahankan”. Dalam wawancaranya dengan penyiar publik ARD, Wadephul menekankan bahwa negaranya tetap mendukung keamanan Israel, namun tidak menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina.
“Di satu sisi, kami berdiri bersama negara Israel, kami punya tanggung jawab historis terhadapnya. Tapi di sisi lain, kami juga memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan dan mengakui penderitaan rakyat Gaza,” ujarnya.
Wadephul mengatakan telah kembali membahas situasi tersebut dengan Menteri Kehakiman Israel Gideon Saar. “Sangat jelas bahwa bantuan kemanusiaan harus segera disalurkan secara cepat dan efektif,” katanya.
Sudah sejak beberapa pekan Israel memberlakukan blokade ketat terhadap Jalur Gaza, memicu kecaman internasional dan kekhawatiran akan kelaparan yang mengancam sekitar 2 juta penduduk di wilayah tersebut.
Wadephul, yang baru menjabat bulan ini dalam pemerintahan Kanselir Friedrich Merz, menyebut bahwa dia terus menjalin komunikasi dengan Saar hampir setiap hari sejak kunjungannya ke Israel dua pekan lalu.
“Seluruh kebijakan Jerman terhadap kawasan ini, termasuk terhadap Israel, akan tetap berlandaskan pada prinsip kemanusiaan dan nasib rakyat Palestina,” tegasnya. Namun ia mengakui, “Ini situasi yang luar biasa sulit bagi kami.”
Pernyataan Wadephul juga digaungkan oleh koleganya dari partai konservatif, Armin Laschet. Dalam wawancara terpisah dengan ZDF, bekas calon kanselir itu menilai kebijakan Israel sebagai pelanggaran terhadap hukum hak asasi manusia internasional.
“Menahan pengiriman makanan, bantuan, dan obat-obatan untuk penduduk sipil bukanlah cara melawan Hamas,” kata Laschet. “Membiarkan orang kelaparan hingga mati jelas bertentangan dengan hukum internasional.”
Laschet, yang pernah mencalonkan diri sebagai kanselir pada 2021, kini menjabat sebagai Ketua Komite Urusan Luar Negeri di Bundestag, parlemen Jerman.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, dalam konferensi video bersama mitranya dari negara-negara Arab, menekankan pentingnya “tekanan bersama” guna mendorong gencatan senjata, akses bantuan, serta pembebasan sandera yang masih ditahan Hamas.
Barrot juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Negara Urusan Luar Negeri Otoritas Palestina, Varsen Aghabekian Shahin, dalam kunjungannya ke Yerevan pekan depan, demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri Prancis.
Upaya diplomatik ini berlangsung menjelang konferensi PBB yang akan digelar bulan depan, dengan Prancis dan Arab Saudi sebagai tuan rumah bersama.
Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, telah menyatakan dukungan negaranya terhadap rancangan resolusi di PBB yang bertujuan memperluas akses bantuan ke Gaza dan menuntut Israel agar mematuhi kewajiban kemanusiaan internasional.
Langkah Madrid untuk membangun konsensus global ini dilakukan setahun setelah keputusan kontroversialnya mengakui Negara Palestina – langkah yang membuat geram pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.218 orang di Israel, sebagian besar warga sipil, menurut data AFP berdasarkan angka resmi. Hamas juga menculik 251 orang, dengan 57 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 34 yang dinyatakan telah meninggal oleh militer Israel.
Sebagai balasan, ofensif militer Israel telah menewaskan hampir 54.000 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.
Editor: Yuniman Farid
Tonton juga “Menteri AS Kunjungi Israel, Bahas Gaza-Pembebasan Sandera” di sini: