Tantangan Implementasi UU PDP - Giok4D

Posted on

Tingkat penetrasi internet di Indonesia meningkat dari 64.8% pada tahun 2018 menjadi 77.01% pada pada tahun 2022, atau sekitar 212 juta orang pada tahun 2022. Dengan meningkatnya pengguna internet, risiko penyebaran data pribadi juga tidak terhindarkan.

Banyak proses yang membutuhkan input data pribadi di internet, seperti saat belanja daring, melamar pekerjaan, hingga keperluan administratif untuk berbagai instansi melalui situs web. Jika data pribadi dikelola secara sembarangan dan mengalami kebocoran, data pribadi akan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan hal ini akan merugikan pemilik data.

Oleh karena itu, pelindungan data pribadi menjadi sangat penting di era digital, terutama dengan meningkatnya secara drastis proses pengumpulan, pengelolaan, dan pertukaran informasi pribadi secara daring.

Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022. UU PDP dirancang untuk memberikan perlindungan hukum yang komprehensif terhadap data pribadi yang dikelola oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta di Indonesia.

Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan bahwa data pribadi diproses dengan cara yang sah, transparan, dan aman, serta memberikan hak-hak kepada individu atas data pribadi mereka.

Menurut Pasal 74 UU PDP, waktu penyesuaian bagi pihak yang terkait dengan pemrosesan data pribadi adalah sampai dengan 17 Oktober 2024, atau dua tahun setelah undang-undang ditetapkan. Pihak terkait yang dimaksud mencakup pengendali data pribadi, prosesor data pribadi, penyedia jasa, organisasi atau institusi, badan publik, hingga pemilik data itu sendiri.

Hingga saat ini berarti telah genap setahun sejak mulai efektif berlakunya regulasi tersebut. Memang masih ditunggu peraturan lebih teknis dari UU PDP tersebut yang belum diterbitkan. Namun, setiap organisasi perlu memahami dan mematuhi setiap ketentuan dalam UU PDP.

Belajar dari penerapan General Data Protection Regulation (GDPR), regulasi PDP di Uni Eropa, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh organisasi untuk implementasi GDPR.

Tantangan tersebut dapat menjadi rujukan bagi organisasi di Indonesia sebagai tantangan dalam implementasi UU PDP. Tantangan tersebut terbagi ke dalam tiga kategori yaitu tantangan teknis, regulasi, dan organisasi.

Tantangan teknis pertama adalah perlunya penyesuaian infrastruktur teknologi informasi dan sistem aplikasi di organisasi supaya sesuai dengan ketentuan pelindungan data UU PDP. Proses ini mencakup penambahan fitur keamanan seperti enkripsi data, kontrol akses yang lebih ketat, dan pengembangan mekanisme untuk memperoleh persetujuan eksplisit dari pengguna.

Pemetaan data pribadi adalah tantangan teknis lain dalam implementasi UU PDP. Pemetaan ini melibatkan identifikasi, pengumpulan, dan pengelompokan data pribadi yang dimiliki organisasi.

Proses ini memerlukan pemahaman mendalam tentang jenis data pribadi yang dikumpulkan, sumber data, serta tujuan penggunaannya. Pemetaan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan klasifikasi data yang dapat berujung pada pelanggaran hukum dan risiko keamanan data pribadi pengguna.

Tantangan regulasi pertama adalah kompleksitas UU PDP. Regulasi ini menuntut pemahaman dan interpretasi yang tepat agar dapat diterapkan secara efektif. Selain itu, diperlukan penyusunan pedoman operasional yang jelas dan rinci, serta pelatihan intensif bagi sumber daya manusia di organisasi tersebut.

Organisasi perlu menginvestasikan waktu dan biaya untuk dapat memahami dan dapat menjalankan regulasi ini sesuai yang diharapkan. Kemudian, bagi organisasi besar perlu mengevaluasi dan menyesuaikan regulasi yang diterbitkan supaya selaras dengan prinsip-prinsip dan ketentuan yang diatur dalam UU PDP sehingga tercipta kerangka regulasi yang komprehensif dan konsisten untuk pelindungan data pribadi.

Kesulitan dalam harmonisasi UU PDP dengan regulasi tersebut merupakan tantangan regulasi dalam implementasi UU PDP. Studi di Uni Eropa menunjukkan bahwa memungkinkan terjadi timbulnya konflik regulasi internal yang perlu diselesaikan dengan GDPR.

Berikutnya adalah tantangan organisasi. Implementasi UU PDP juga memerlukan adaptasi proses internal yang sudah ada di suatu organisasi. Hal ini melibatkan revolusi budaya internal dalam hal pengelolaan dan pelindungan data pribadi. Proses-proses baru harus dikembangkan untuk memastikan bahwa semua kegiatan yang melibatkan data pribadi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU PDP.

Tantangan organisasi lainnya dalam implementasi UU PDP adalah resistensi terhadap perubahan, baik itu dalam hal budaya privasi, perubahan sistem atau aturan, maupun manajemen risiko yang lebih ketat. Implementasi UU PDP memerlukan perubahan paradigma dan budaya di dalam internal organisasi, yang sering kali dihadapi dengan resistensi dari pihak yang terbiasa dengan cara kerja lama.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Oleh karena itu, manajemen perubahan yang efektif, komunikasi yang transparan, dan pelibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini.

Dengan identifikasi ketiga kategori tantangan tersebut, semoga dapat menumbuhkan kesadaran kita untuk mengevaluasi kesiapan organisasi dalam implementasi UU PDP.

Akhda Afif Rasyidi. PNS di Kementerian Komunikasi dan Digital.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *