KPK telah menaikkan kasus dugaan tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan. Namun, sosok pemberi perintah di kasus ini masih menjadi teka-teki.
Saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan KPK. Yaqut Cholil Qoumas, menteri agama yang menjabat saat itu, telah diperiksa.
Simak mengenai kasusnya dirangkum infocom.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers, mengatakan telah menemukan dugaan tindak korupsi. Dalam penyidikan ini, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024 sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan,” ujar Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025).
“Dalam penyidikan perkara ini, KPK menerbitkan sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU 31 Tahun 1999,” imbuhnya.
KPK tengah membidik sosok pemberi perintah terkait kuota jemaah haji kala itu. Sebab, kuota jemaah yang ditetapkan tidak sesuai aturan.
“Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana,” kata Asep Guntur Rahayu.
Tak hanya itu, KPK juga akan menelusuri aliran dana berkaitan dengan penentuan kuota yang menyalahi aturan tersebut.
“Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut,” tuturnya.
KPK tengah membidik sosok pemberi perintah terkait kuota jemaah haji kala itu. Sebab, kuota jemaah yang ditetapkan tidak sesuai aturan.
“Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana,” kata Asep Guntur Rahayu.
Tak hanya itu, KPK juga akan menelusuri aliran dana berkaitan dengan penentuan kuota yang menyalahi aturan tersebut.
“Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut,” tuturnya.
Kasus ini menuai respons, salah satunya dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman meminta KPK juga menggunakan pasal pencucian uang agar bisa melacak alur dana dalam perkara ini.
“Harapan saya ya KPK menerapkan pencucian uang. Karena kan uang tadi kan kemudian mengalir ke mana-mana, mengalir kepada siapa,” kata Boyamin kepada wartawan, Minggu (10/8).
Boyamin mengapresiasi KPK yang telah menaikkan pengusutan perkara kuota haji tersebut ke tahap penyidikan. Boyamin menyebut pihaknya akan terus mengawal kasus itu.
“Dan kami tetap mengawal itu, dan kalau lemot lagi tetap kami gugat praperadilan, dan kita pantau terus,” ucapnya.
Boyamin juga berkalkulasi perkiraan kerugian negara di kasus ini dapat mencapai Rp 500-750 miliar. Hitungan itu didapat dari harga biaya haji khusus yang dikenakan 5 ribu dolar atau sekitar Rp 75 juta.
Pada perkara ini, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah, dibagi dua untuk reguler dan khusus. Hal itu, kata Boyamin, jelas melanggar aturan.
“Yang 10.000 (kuota) kan dikasihkan khusus. Nah kalau itu kan dijual 5 ribu (dolar) semua, 5 ribu kali 10 ribu sudah berapa. Artinya 7,5 kali berapa, ya Rp 750 miliar,” ucap dia.
“Mungkin bisa kurang tapi ya bisa jadi Rp 500 miliar paling tidak nah itu terus uang itu kemana saja, nah itu maka proses penyidikan ini adalah suatu yang sudah seharusnya,” tambahnya.