Mendaki yang di puncaknya terdapat Gua Hira menjadi salah satu kegiatan para jemaah haji setelah rangkaian ibadahnya selesai. Namun, perjalanan ke sering dilakukan sebatas untuk ziarah atau berkunjung, bukan menjadi rihlah ilmiah atau perjalanan dengan tujuan belajar.
infocom mengunjungi Jabal Nur pada Sabtu (14/6/2025). Jalur pendakian dimulai dari area Hira Cultural District yang merupakan tempat wisata baru di Makkah. Area ini berisi museum, kafe, toko suvenir hingga tempat menunggangi unta.
Pengunjung dari berbagai negara, termasuk Indonesia, terlihat datang sejak dini hari untuk bisa mendaki Jabal Nur. Butuh waktu sekitar 1,5 jam ke puncak setinggi 642 meter tersebut. Pendakian memang baiknya dilakukan pada malam hingga dini hari saat suhu di Makkah mulai menurun.
Otoritas Saudi juga melarang pendakian dilakukan pukul 11.00-16.00 waktu Arab Saudi demi keamanan dan keselamatan. Jalur pendakian sudah dilengkapi tangga untuk memudahkan jemaah.
Namun, jalur pendakian semakin sempit dan curam ketika mendekati puncak Jabal Nur. Area puncak juga dipadati pendaki yang hendak berkunjung ke Gua Hira, yang merupakan tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, dan melaksanakan salat subuh di sana.
Ketua Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, Prof Oman Fathurahman, mengatakan ziarah ke Gua Hira bukan rangkaian ibadah haji. Dia menyebut saat ini Gua Hira menjadi lokasi ziarah belaka.
“Jadi Gua Hira tempat ziarah belaka. Tidak ada di dalamnya itu bagian dari ritual ibadah haji,” kata Oman.
Dia mengatakan haji sendiri punya beberapa unsur. Pertama, haji memiliki unsur ibadah.
“Kita tahu di dalam haji itu ada unsur ibadah, ada unsur ziarah, ada unsur tijarah (artinya) dagang, tapi kalau dulu ada unsur rihlah ilmiah, haji itu selalu ada berilmu,” ucapnya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini menyebut tradisi rihlah ilmiah ini yang memudar dari haji di masa kini. Dia mengatakan jemaah haji di masa lalu biasanya akan meluangkan waktu untuk belajar lebih dulu sebelum pulang ke Tanah Air masing-masing.
“Masyarakat Indonesia pada masa lalu itu bisa 19 tahun, 10 tahun ketika haji itu tidak langsung pulang. Sekarang memang agak hilang. Ibadahnya ada, ziarahnya ada, tijarah juga makin ada mal begitu tapi unsur yang hilang itu rihlah ilmiahnya,” ucapnya.
Oman kemudian menjelaskan tentang Jabal Nur yang merupakan lokasi peristiwa penting dalam Islam. Dia mengatakan Jabal Nur menjadi tempat turunnya wahyu pertama untuk Nabi Muhammad berupa lima ayat Al-Qur’an menjadi simbol lahirnya agama baru, pencerahan dan juga pembelajaran.
Ayat pertama yang turun itu berisi perintah untuk membaca. Saat itu, katanya, Nabi Muhammad sempat bingung tentang apa yang harus dibaca saat bertemu dengan malaikat Jibril yang menyampaikan firman Allah di Gua Hira.
“Kebesaran Islam yang sekarang kita rasakan dimulai dari ruang yang sempit itu dan untuk mencapai ruang yang sempit kita semua tahu tadi mulai tengah malam begitu susah payahnya apalagi zaman Rasul dulu. Jadi maknanya adalah bahwa untuk mencapai kebesaran, kemuliaan itu harus ada perjuangan,” ucapnya.
Dia menyebut Jabal Nur juga dikenal sebagai Jabalul Qur’an dan Jabarul Islam sebab merupakan tempat turunnya Al-Qur’an dan lahirnya Islam. Oman berharap jemaah haji Indonesia tidak mencoret, merusak ataupun melakukan ritual khusus di Gua Hira.
“Pertama persiapkan fisik usahakan tidak berangkat siang hari berangkat malam atau sore. Luruskan niat jangan sampai kemudian ada yang apa namanya mengganggu tauhid kita karena ada jemaah haji yang ambil pasirnya ambil batunya dianggap jimat,” ucapnya.
“Jangan melakukan salat yang bukan salat wajib. Misal salat subuh biasa ya. Tapi jangan salat goa misalnya atau salat apa itu karena merusak akidah kita itu,” sambung Oman.