Terancam Retak, Mampukah Kanselir Jerman Selamatkan Koalisinya?

Posted on

Tingkat kepuasan terhadap pemerintahan koalisi Jerman menurun drastis cuma lima bulan setelah dilantik. Survei “ARD-Deutschlandtrend” terbaru menunjukkan hanya 22% responden yang menyatakan puas terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Kanselir Friedrich Merz dari partai konservatif CDU/CSU bersama mitra koalisinya Partai Sosialdemokrat (SPD).

Buntutnya, situasi politik di dalam negeri banyak mendominasi agenda retret anggota kabinet di Villa Borsig, Berlin.

Situasi internal koalisi sempat memanas, khususnya saat pemilihan hakim baru Mahkamah Konstitusi yang menjadi jatah SPD.

Parlemen Jerman Bundestag akhirnya memilih tiga hakim baru, dua perempuan dan satu laki-laki, dengan suara dua pertiga mayoritas, tapi proses tersebut baru berhasil dalam putaran kedua.

Pada bulan Juli, proses pencalonan gagal setelah muncul keberatan dari sayap konservatif CDU/CSU terhadap kandidat yang diajukan SPD, Frauke Brosius-Gersdorf. Kejadian ini dinilai sebagai ujian atas soliditas koalisi.

Kanselir Merz sendiri juga baru terpilih pada pemungutan suara putaran kedua, setelah terjadi perbedaan suara dari dalam partai koalisi.

Merz sedianya berkampanye dengan janji mempertahankan disiplin fiskal. Tidak heran, dia dihujani kritik dari barisan sendiri setelah mendukung pelonggaran “rem utang”—kebijakan kaum konservatif—demi membiayai ekspansi belanja negara.

Meski membuka akses dana segar untuk membiayai modernisasi infrastruktur dan pertahanan, pelonggaran rem utang menimbulkan dua persoalan: menurunnya kepercayaan pemilih konservatif dan peningkatan beban bunga utang negara.

CDU/CSU sebabnya kini mendorong penghematan, sementara SPD mendorong belanja melalui peningkatan penerimaan negara, termasuk melalui kenaikan pajak.

Sengketa klasik antara SPD dan CDU/CSU kembali mencuat. Partai SPD melihat kesenjangan sosial, dan ingin membaginya lebih adil melalui pajak warisan dan penghasilan tinggi. Namun, partai CDU/CSU menolak pendekatan ini, dengan dalih imbas buruk bagi pertumbuhan ekonomi.

Namun, belakangan muncul celah kompromi, menyusul dukungan dari sebagian anggota CDU bagi pajak warisan. Potensi tawar-menawar politik pun muncul, misalnya, SPD memberi kelonggaran kepada CDU, dengan menyetujui penghematan tunjangan sosial yang dikenal dengan nama Brgergeld alias uang rakyat.

CDU/CSU tidak hanya menolak mekanisme pemberian tunjangan bagi pengangguran, tetapi juga nama yang digunakan. Program bantuan sosial ini diperkenalkan pada 2023 oleh pemerintahan SPD sebagai jaminan dasar bagi pencari kerja. CDU/CSU menilai nama tersebut memberi kesan bantuan negara adalah hak otomatis, serta menurunkan motivasi penerima untuk bekerja.

Kaum konservatif juga menyoroti, hampir separuh penerima Brgergeld adalah warga negara asing. SPD menolak tuduhan adanya penyalahgunaan sistem secara sistematis, serta menolak pemangkasan besar atau pengetatan persyaratan.

Namun begitu, kedua belah pihak sepakat untuk memberantas penipuan terorganisir, yang dikeluhkan oleh Badan Tenaga Kerja Federal.

Akibat populasi yang menua, ditambah menyusutnya jumlah pekerja, sistem jaminan hari tua, asuransi kesehatan, dan perawatan di Jerman menghadapi tekanan berat. CDU/CSU ingin memangkas biaya, termasuk kemungkinan menaikkan usia pensiun. SPD sebaliknya ingin mempertahankan tingkat manfaat dari dana pensiun.

Benih perpecahan juga muncul antara CDU dan CSU dalam hal tambahan dana pensiun bagi ibu yang anaknya lahir sebelum 1992. Usulan CSU itu diterima meski mendapat keberatan dari kader CDU. Organisasi pemuda CDU, Junge Union, sebaliknya mendorong reformasi pensiun dengan tujuan mengurangi beban bagi generasi muda.

Pertarungan politik di Jerman sebabnya diprediksi akan semakin tajam dalam isu jaminan kesehatan dan perawatan.

Meningkatnya dukungan terhadap partai ekstrem kanan AfD menunjukkan bahwa pembatasan imigrasi menjadi isu penting. Koalisi pemerintahan telah meningkatkan kontrol perbatasan, dan menolak sebagian pencari suaka. Menteri Dalam Negeri CSU, Alexander Dobrindt, menyatakan “migrasi ilegal” telah menurun signifikan.

Pembatasan migrasi tidak sepenuhnya disokong SPD. Gagasan dari Perdana Menteri Bayern, Markus Sder, untuk mencabut tunjangan sosial bagi pengungsi Ukraina ditolak SPD dan bahkan juga oleh CDU. Perbedaan utama antara SPD dan CDU/CSU dalam isu migrasi lebih terlihat dalam nada dan pendekatan kebijakan.

Kedua pihak sepakat memperkuat militer dan meningkatkan anggaran pertahanan. Perbedaan muncul dalam isu wajib militer. Pemerintah saat ini sedang mengajukan rancangan undang-undang untuk mengenalkan sistem dinas militer baru berbasis sukarela.

Menteri Pertahanan SPD, Boris Pistorius, menyatakan, jika jumlah sukarelawan tidak mencukupi, maka kewajiban dinas militer akan dipertimbangkan. CDU/CSU ingin agar ada mekanisme otomatis yang mengaktifkan kembali wajib militer, jika kebutuhan tak tercapai.

Namun SPD telah secara resmi menolak ide pemberlakuan otomatis wajib militer dalam kongres partai bulan Juni lalu.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Agus Setiawan

Gambar ilustrasi

Krisis pemilihan hakim MK

Tekanan terhadap kas negara

Naik turun pajak

Polemik uang tunjangan

Tekanan pada jaminan sosial

Migrasi: Antara target koalisi dan tekanan elektoral

Dinas Militer: Wajib atau sukarela?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *