Tanggal 1 Juli 2025, Kepolisian Republik Indonesia merayakan ulang tahunnya yang ke-79. Dengan mengusung tema ” untuk Masyarakat”, ekspektasi besar diletakkan pada pundak Polri agar mampu menjadi mitra pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Kehadiran Polri di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menjaga keamanan, ketertiban, serta membantu masyarakat dalam berbagai situasi. Hal ini meneguhkan komitmen dalam menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 30 ayat (4), bahwa Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Di usianya yang menapaki satu abad, Polri telah melewati berbagai gelombang sejarah. Hadir sebagai saksi sejarah yang membersamai perjalanan demokratisasi bangsa. Dan kini, di tengah era transparansi dan derasnya ekspektasi publik yang semakin tinggi, kepercayaan publik menjadi barometer penting untuk menilai kinerja dan legitimasi Polri di mata masyarakat.
Dari Kritik ke Refleksi
Beberapa tahun lalu, media sosial ramai dengan tagar#PercumaLaporPolisi dan #SatuHariSatuOknum. Ini merupakan bentuk ungkapan kekecewaan publik yang disebabkan oleh ulah oknum anggota Polri yang dinilai mencederai harapan publik. Ada ketidakpuasan terhadap profesionalisme, gaya hidup mewah oknum, hingga sikap arogansi dalam pelayanan.
Namun, yang menarik, Polri tidak menutup mata. Pada Januari 2022, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru mencetuskan Hoegeng Awards, sebuah penghargaan yang dinamai dari jenderal legendaris, Hoegeng Iman Santoso. Gagasan ini tak hanya upaya memeriahkan Hari Bhayangkara ke-76 kala itu, namun lahir dari kesadaran etis bahwa di balik semua kritik publik, masih ada banyak anggota Polri yang bekerja dengan hati, integritas, dan pengabdian sejati untuk bangsa. Hoegeng Awards hadir untuk merayakan mereka, yang penuh dedikasi tanpa panggung.
Seiring waktu, kepercayaan masyarakat kian meningkat terhadap kinerja Polri. Menurut survei terbaru Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), kepercayaan publik terhadap Polri menunjukkan peningkatan. Sebanyak 86,3% masyarakat menyatakan kinerja Polri dalam pelayanan publik semakin baik. Ini merupakan lonjakan dari angka 82,9% pada tahun 2020 (Hasibuan, 2022).
Tak hanya itu, dalam laporan World Internal Security and Police Index (WISPI) 2023, Polri menempati peringkat ke-63 dari 125 negara, naik dari posisi 84 dari 127 negara pada periode sebelumnya. WISPI menilai empat aspek utama kinerja polisi yaitu kapasitas institusional, proses penegakan hukum, legitimasi di mata publik, dan hasil konkret dalam menjaga keamanan. Kenaikan peringkat ini menjadi sinyal penting bahwa reformasi Kepolisian Indonesia terlihat dan diakui dunia internasional.
Lalu apa yang menyebabkan tren positif ini?. Jawabannya terletak pada beragam inovasi yang dilakukan Polri dalam tiga tahun terakhir. Melalui program Polri Presisi(Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan),yang diusung Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Polri bertransformasi menjadi lembaga modern yang melahirkan pendekatan inovatif. Berbagai inovasi lahir seperti tilang elektronik, pelayanan SIM dan SKCK online, kanal aduan Dumas Presisi, hingga sistem pengawasan Propam Presisiyang hadir berbasis digital sehingga mampu memotong jalur birokrasi dan mengurangi potensi terjadinya pungli.
Kepercayaan Publik
Kendati demikian, seluruh capaian ini belum sepenuhnya menjawab semua persoalan. Karena meskipun angka kepercayaan publik meningkat, kritik terhadap kinerja Polri masih nyaring disuarakan publik. Hasil Survei Indikator Politik Indonesia pada 17-21 Oktober 2023 menyajikan paradoks yang menarik. Di satu sisi, 76,4% warga menyatakan sangat atau cukup percaya terhadap Polri, naik signifikan dari 61% pada 2022. Bahkan, 84,6% menilai kinerja Polri dinilai baik dalam menjaga keamanan menjelang Pemilu 2024. Namun, di sisi lain, kritik terhadap kinerja Polri juga masih tinggi terutama respons publik terhadap oknum anggota Polri yang dinilai masih bergaya hidup glamor (48,3%), sikap arogan anggota (29,7%), menjadi korban pungli (24,6%), ketidakhadiran anggota Polri di jam-jam sibuk (46%). Hal ini berpotensi mereduksi kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Jangan sampai kepercayaan publik yang diperoleh dengan kerja keras, hancur oleh ulah segelintir oknum anggota yang tidak bertanggung jawab.
Tentu ini menjadi potret penting untuk Polri agar terus berbenah. Reformasi Polri perlu mendalami pada pembentukan karakter, perilaku dan kultur organisasi. Sebab, masih terdapat kesenjangan antara kebijakan dan praktik di lapangan, antara semangat perubahan dan realitas yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Kepercayaan publik menjadi fundamental untuk menilai kinerja Polri. Hal ini ditegaskan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (2011), kepolisian yang efektif harus mencapai kepercayaan publik, di mana fungsi kepolisian dapat dilaksanakan atas dasar legitimasi, bukan atas dasar kekerasan. Diperlukan peningkatan akuntabilitas dan integritas kepolisian terutama untuk membangun, memulihkan, atau meningkatkan kepercayaan publik. Dalam konteks ini, kunci dari efektivitas kinerja Polri bukan terletak pada kewenangan saja, tetapi bagaimana penerimaan dan kepercayaan masyarakat dapat diraih, karena polisi yang kuat adalah polisi yang dipercaya.
Filosofi Kaizen
Dalam menjawab tantangan ini, Polri perlu menginternalisasi falsafah Kaizen. Nilai-nilai Kaizen diterapkan melalui perbaikan dari hal kecil dengan cara yang lebih baik setiap hari dan memperbaikinya secara terus menerus (Sammour dan Al-Balkhi, 2024). Perubahan besar tidak datang dari lompatan sesaat, melainkan dari komitmen konsisten untuk memperbaiki diri. Filosofi ini menekankan perbaikan berkelanjutan, dengan fokus pada perubahan bertahap dalam suatu organisasi untuk mencapai kualitas dan efisiensi yang lebih tinggi.
Karena itu, Hari Bhayangkara tak cukup sebagai seremoni. Namun harus menjadi momentum kontemplatif bagi Polri untuk meneguhkan kembali jati dirinya sebagai penjaga amanat konstitusi, pelayan rakyat, dan pilar utama stabilitas demokrasi. Ke depan, dengan dinamika lingkungan strategis yang semakin kompleks, Polri dituntut untuk lebih adaptif, profesional, dan harus mampu menjadi institusi yang reflektif dan responsif. Reflektif terhadap kritik yang membangun, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat. Dengan menginternalisasi semangat Kaizen, Polri dapat menjadikan setiap kritik sebagai energi perubahan dan perbaikan secara menyeluruh serta konsisten. Karena transformasi Polri bukan sebagai tujuan, tapi proses perbaikan tanpa henti.
Selamat Hari Bhayangkara ke-79.
Teruslah berbenah, teruslah bertumbuh.
Salam Presisi!
Dr. Endang Tirtana, Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis Pimpinan Pusat Muhammadiyah