Umbar Nafsu ke 300-an Pasien, Dokter Predator Diganjar 20 Tahun Bui

Posted on

(Peringatan: Artikel ini mengandung kisah tentang bunuh diri, kekerasan seksual, dan detail lain yang mungkin mengusik pembaca.)

Joel Le Scouarnec bukanlah nama yang ada di bibir setiap orang di kota tepi laut Vannes, barat Prancis, tempat mantan dokter bedah itu minggu ini dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena memperkosa dan melakukan kekerasan seksual terhadap hampir 300 pasiennya . Kebanyakan dari korbannya adalah anak-anak. Kebejatan ini dilakukan predator berjas putih tersebut selama lebih dari tiga dekade.

Wajahnya tidak menghiasi halaman depan koran lokal setelah vonis terhadapnya dijatuhkan. Ketika cuaca berpancaroba antara mendung dan sinar matahari di bulan Mei, orang-orang yang berkumpul di festival kapal di Pelabuhan Vannes memilih untuk tidak membicarakan salah satu pelaku pelecehan seksual paling masif di Prancis ini. Padahal jarak pelabuhan itu hanya sepuluh menit jika berjalan kaki dari ruang sidang.

“Ini aib bagi wilayah Brittany,” ujar Joelle Leboru, pensiunan berusia 83 tahun. “Dia memulai semuanya di kota ini.” Leboru mempertanyakan: “Bagaimana dia bisa lolos selama ini?”

Itulah pertanyaan yang mengusik malam warga Vannes. Di bawah hidung otoritas, mengenakan jas putih penuh wibawa, dan di jantung masyarakat kelas menengah, Le Scouarnec menyiksa ratusan anak. Kejahatan dalam kasus terakhir ini berlangsung dari tahun 1989 hingga 2014 di selusin rumah sakit di Prancis bagian barat.

Le Scouarnec kerap melecehkan korban saat mereka sedang di bawah anestesi atau terbangun dari operasi. Ia bahkan menuliskan deskripsi rinci ratusan tindakan rudapaksa dan pelecehan seksual terhadap anak-anak – juga hewan – dalam jurnal yang ditemukan polisi saat menggeledah apartemennya pada 2017, setelah ia dituduh menyiksa anak tetangga.

“Aku seorang penyimpang berat. Aku eksibisionis, voyeur, sadis, masokis, punya fetis, dan pedofil. Dan aku sangat senang dengan semua itu,” tulisnya dalam sebuah jurnal tahun 2004 yang dikutip media Le Monde. Polisi juga menemukan koleksi boneka berukuran bayi dan balita di apartemen itu.

Penahanan polisi di tahun 2017 terhadapnya, terjadi lebih dari satu dekade setelah kasus hukum pertamanya.

Pada tahun 2005, ia divonis bersalah atas kepemilikan materi pelecehan seksual anak dan menerima hukuman penjara empat bulan dengan masa percobaan. Namun tetap bisa praktik dan bekerja dengan anak-anak hingga pensiun.

(Ed: Materi pelecehan seksual anak atau “Child Sexual Abuse Material “adalah segala bentuk konten yang menggambarkan atau mengeksploitasi anak-anak dalam konteks seksual, seperti foto, video, atau gambar yang menunjukkan pelecehan seksual terhadap anak-anak.

Dalam persidangan, para pengelola rumah sakit yang mempekerjakannya setelah vonis 2005 menyangkal tanggung jawab, dengan beralasan bahwa pengadilan tidak mengeluarkan larangan profesional atau larangan bekerja dengan anak di bawah umur. Mereka berpendapat bahwa mereka tidak berkewajiban untuk memberlakukan pembatasan tambahan.

Le Scouarnec bekerja terutama di rumah sakit pedesaan yang minim sumber daya, di mana kehilangan seorang dokter bedah berarti penutupan seluruh departemen.

Ada juga pertanyaan apakah orang lain – terutama mantan istrinya – mengetahui pelecehan ini, tapi tidak mengambil tindakan. Istrinya membantah mengetahui apa pun sehubungan soal itu. Proses hukum lebih lanjut berlangsung, karena para korban menuntut pertanggungjawaban lebih luas.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Berbeda dengan kasus kriminal biasa yang diawali laporan korban, di sini polisi menemukan bukti dulu, baru mencari korban. Banyak di antara orang-orang yang lupa atas kejadiannya dan baru tahu dari polisi.

Salah satu korban, Louis-Marie (35 tahun), berdiri di luar pengadilan Vannes pada hari vonis dijatuhkan, bersama penyintas lain, membuka spanduk dengan ratusan siluet mewakili korban Le Scouarnec, beberapa dengan nama dan usia di bawah lima tahun, sebagian anonim.

“Kami menyadari ada kegagalan institusional besar yang hingga kini belum diakui,” ujar Louis-Marie kepada DW.

Le Scouarnec mengakui semua dakwaan dan meminta agar tidak diberi keringanan hukuman. Ia meminta maaf kepada sebagian korban dan tidak berencana buat naik banding.

Dewan Medis Nasional Prancis (CNOM) berjanji melakukan reformasi, agar tragedi serupa tidak terulang. Sementara itu Menteri Kesehatan Prancis berkomitmen bekerja sama dengan Kementerian Kehakiman untuk lebih melindungi anak dan pasien dari predator.

Vonis bersalah bagi pelaku kejahatan seksual itu tidak mengejutkan. Namun keluarga korban meradang. Regine, ibu korban, mengatakan ia hanya merasa “lelah”.

“Sebagai orang tua, kami dianggap korban sekunder. Tapi sulit menerima (kenyataan) bahwa kami meningggalkan anak dengan monster ini. Ini penyesalan yang tak hilang, seumur hidup,” katanya.

Namun hukum Prancis menetapkan hukuman maksimal 20 tahun untuk pemerkosaan berat – berlaku baik untuk satu korban atau maupun ratusan – dan itulah yang dijatuhkan kepada Le Scouarnec yang kini berusia 74 tahun. Kelompok advokasi kini menuntut reformasi hukum dengan hukuman lebih berat untuk pelaku kejahatan berulang.

Pengadilan juga menjatuhkan larangan Le Scouarnec mendekati anak-anak dan hewan, serta larangan praktik medis jika ia bebas.

Meski demikian, peluang pembebasan lebih awal tetap ada karena hukuman penjara Prancis tidak kumulatif dan sebagian masa tahanan sudah dijalani selama penahanan prasidang. Jadi ada kemungkinan bebas di tahun 2030-an dengan persetujuan hakim.

Majelis hakim memutuskan tidak memasukkan Le Scouarnec ke fasilitas psikiatri yang aman pascabebas, dengan alasan usia dan niat “menebus kesalahan”.

Keputusan ini mengecewakan banyak korban dan keluarga, seperti Xavier Vinet yang putranya disiksa Le Scouarnec. Ia berang.

“Seharusnya ada hukuman seumur hidup. Karena hukuman mati tidak ada, maka harus dikembalikan – itu yang layak untuk orang seperti dia,” tandasnya.

Putra Vinet, Mathis, tidak sempat melihat keadilan karena meninggal dunia tahun 2021 akibat overdosis. Keluarga menduga si korban ini bunuh diri.

“Dia anak yang ceria sebelum semuanya ini,” ujar Vinet. “Hubungannya dengan kakeknya dan saya sangat baik.”

Pada tahun 2018, Mathis dan keluarga diberitahu polisi bahwa Le Scouarnec menulis tentang pelecehan seksual saat Mathis berusia 10 tahun di rumah sakit. “Setelah itu semuanya berubah. Dia menghancurkan dirinya sendiri,” tambah Vinet.

Le Scouarnec mengaku bertanggung jawab atas kematian Mathis dan korban muda lain yang meninggal tahun 2020.

Kasus ini mengguncang Prancis. Namun, perhatian publik dan media di Vannes terbilang rendah karena tabu membicarakan kekerasan seksual terhadap anak.

Jika dibandingkan kasus Gisele Pelicot, terlihat korban secara terbuka melawan pelaku utama dan puluhan pelaku lainnya. Kasus Pelicot lebih banyak menarik perhatian internasional. Namun lemahnya pembicaraan atau perhatian pada kasus dokter bejat ini menegaskan sulitnya berdiskusi soal kekerasan terhadap anak.

Emma Le Floch, seorang mahasiswa 21 tahun dari Vannes, menjelaskan mengapa menurutnya kejahatan mantan dokter bedah itu kurang mendapat perhatian, “Segala hal yang menyangkut anak-anak lebih tabu. Menyedihkan mengetahui orang terdekat jadi korban. Bisa saja kita ditangani dokter itu atau dioperasi olehnya.”

“Kita kurang peduli soal kekerasan seksual terhadap anak,” tambahnya. “Mungkin karena kita tidak ingin membicarakannya,” pungkasnya.

Jika Anda mengalami tekanan emosional atau pikiran untuk bunuh diri, carilah bantuan profesional. Anda dapat menemukan informasi tentang tempat untuk mendapatkan bantuan, di mana pun Anda tinggal di dunia, di situs web ini: www.befrienders.org

*Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid

Gambar ilustrasi

Tonton juga “APPA: 75% Narapidana di NTT Merupakan Pelaku Kejahatan Seksual” di sini:

Anatomi Jaringan Pelecehan

Sudah ketahuan, masih dibiarkan praktik

Kegagalan institusional

Hukuman maksimal yang dipertanyakan

Seruan reformasi

Meninggal sebelum adanya keadilan

Mengapa orang tak peduli?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *