Urgensi Pertemuan Mahasiswa-DPR: Momentum Gerakan dan Mengembalikan Legitimasi Rakyat baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Para Wakil Pimpinan DPR RI telah menggelar pertemuan dengan perwakilan mahasiswa melalui Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan, organisasi Cipayung Plus dan beberapa organisasi mahasiswa lain pada 3 September 2025 di Komplek Parlemen Jakarta.

Adapun pertemuan ini menjadi perwujudan ruang dialog antara elemen mahasiswa dan DPR pasca terjadinya gelombang demonstrasi yang berlangsung dalam sepekan di Jakarta dan sejumlah daerah lain dari tanggal 25 Agustus hingga 1 September 2025 dalam mengkritik besaran tunjangan anggota DPR RI serta kinerja buruk lembaga legislatif.

Secara substansi, baik DPR dan mahasiswa adalah bagian dari aktor yang tidak terpisahkan dalam sistem demokrasi. Bila DPR (legislatif) diklasifikasikan sebagai aktor formal bersamaan kedudukannya bersama lembaga eksekutif dan yudikatif dalam konsep Trias Politica maka mahasiswa adalah aktor informal yang berfungsi sebagai kelompok penekan (pressure group) dalam mengawasi setiap kinerja DPR dan pemerintah.

Artinya dalam kapasitas sebagai aktor dalam sistem demokrasi, baik DPR dan mahasiswa harus berdiri secara seimbang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Alasannya ketika salah satu diantara aktor tersebut lebih dominan, baik mahasiswa (aktor informal) dan DPR (aktor formal) atau sebaliknya maka akan berpotensi melahirkan demokrasi yang tidak sehat.

Maka dari itu, dialog antara DPR dan mahasiswa dalam merespon atau mengevaluasi kebijakan pemerintah memiliki urgensi yang signifikan dalam mencapai keseimbangan peran masing-masing aktor demi tumbuhnya demokrasi yang ideal dan berkelanjutan.

Kehadiran perwakilan mahasiswa di ruang DPR kemarin adalah upaya mereka dalam menjaga momentum gerakan. Pasalnya gelombang demonstrasi sudah mendapat perhatian mayoritas masyarakat yang tidak hanya tinggal di Indonesia tapi juga masyarakat diaspora yang tinggal di luar negeri. Tidak hanya itu, sorotan media-media Internasional juga sudah tertuju pada situasi yang terjadi di dalam negeri. Hal ini dibuktikan dengan respon organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendesak pemerintah Indonesia untuk menyelidiki seluruh pelanggaran HAM dalam aksi demonstrasi di Indonesia yang terjadi baru-baru ini.

Sebagai bagian dari aktor informal bersama dengan koalisi masyarakat sipil dan pers, nilai strategis mahasiswa melakukan pertemuan dengan DPR juga berfungsi dalam menjaga soliditas gerakan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan tuntutan agar kasus 10 orang korban meninggal dunia dan korban luka-luka dilakukan secara transparan tapi berkaitan dengan masih adanya aktivis mahasiswa yang hingga saat ini masih ditahan.

Ini pula yang menjadi alasan ketika bertemu dengan pimpinan DPR, tuntutan perwakilan mahasiswa juga menyasar pada permintaan agar pimpinan DPR bisa langsung menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membebaskan massa aksi yang masih ditangkap. Karena selain menjaga soliditas dan solidaritas, hal ini mampu menciptakan tekanan publik terhadap pimpinan DPR karena perwakilan mahasiswa itu menyadari bahwa setiap tuntutan yang disampaikan di ruangan pertemuan itu terekam kamera lalu ketika dipublikasi bisa memicu lebih jauh keterbukaan terhadap publik.

Pada konteks yang berbeda, kapasitas perwakilan mahasiswa bertemu para pimpinan DPR adalah sebagai jembatan penghubung dari tuntutan-tuntutan yang ramai disuarakan para pengguna media sosial (netizen) agar bisa disampaikan resmi langsung ke lembaga DPR.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Misalnya: tuntutan dengan judul “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empat” yang mengklasifikasikan 17 poin tuntutan jangka pendek dan 8 poin tuntutan jangka panjang yang ke depan bisa ditindaklanjuti. Pada bagian ini, sasarannya menjadi jelas dengan posisi mahasiswa sebagai aktor dalam menjembatani penyampaian pesan dari publik demi memastikan bahwa setiap janji dan jawaban yang keluar dari ucapan pimpinan DPR mendapat pengawalan strategis.

Harus diakui saat ini ada 2 (dua) lembaga yang paling mendapatkan penilaian negatif yang dampaknya bisa menimbulkan krisis legitimasi dari publik yaitu Institusi Polri dan Lembaga DPR. Adapun posisi kepolisian berdasarkan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 secara gamblang menyebutkan bahwa polisi merupakan alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Negara dalam hal ini tentu tidak hanya berkaitan dengan sistem pemerintahannya, tapi juga satu kesatuan dengan keberadaan rakyat sehingga penting bagi institusi Polri bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan bukan hanya melayani kepentingan pejabat.

Kita memahami bahwa setiap anggota DPR itu berasal dari partai politik. Dan salah satu fungsi strategis dari partai politik sebagai sarana pengaturan konflik atau agregasi kepentingan dalam memenuhi setiap aspirasi dan partisipasi publik. Itu sebabnya, nilai strategis lain yang bisa didapatkan tidak hanya mengembalikan legitimasi rakyat terhadap Lembaga DPR tapi juga sebagai jembatan pemulihan legitimasi terhadap Institusi Kepolisian. Utamanya dalam mereduksi dampak benturan antara mahasiswa dan polisi pasca demonstrasi.

Selain itu, implikasi positif dari dialog antara DPR dan mahasiswa juga mampu secara signifikan meredam semakin meluasnya eskalasi demonstrasi lanjutan. Hal ini penting mengingat ada fenomena yang bias dalam aksi massa tersebut dimana terdapatnya aktivitas perusakan fasilitas publik, pembakaran kantor-kantor instansi pemerintah hingga penjarahan rumah-rumah pejabat yang mulai menyasar ke rumah warga. Pun Kita memahami bahwa bukan tipe mahasiswa melakukan demonstrasi brutal yang sifatnya destruktif seperti itu sehingga ketika tuntutan yang disampaikan langsung ini bisa dilaksanakan oleh DPR dan bisa melahirkan nilai berupa kepercayaan baru secara kelembagaan.

Pada setiap ujung konflik atau benturan dalam aksi massa yang sifatnya vertikal apalagi dengan skala besar, yang paling dibutuhkan adalah terciptanya konsensus dari aktor-aktor yang terlibat. Target utamanya adalah terjadinya resolusi konflik dari masing-masing aktor. Juga dalam rangka mencapai konsesus ini, Pimpinan DPR RI melalui Sufmi Dasco Ahmad secara terbuka telah mengucapkan permintaan maafnya dalam mewakili institusi DPR dalam segala kekurangan kinerja dan komitmen untuk lebih responsif terhadap kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, setidaknya terdapat 5 (lima) poin penting dari DPR yang diharapkan mampu menciptakan konsensus dengan mahasiswa;

Pertama, DPR akan menghentikan tunjangan perumahan yang mulai berlaku sejak 31 Agustus 2025. Kedua, DPR akan melakukan moratorium seluruh kebijakan dinas luar negeri termasuk efisiensi kunjungan kerja dalam negerinya. Ketiga, DPR memastikan bahwa anggota DPR non-aktif tidak menerima gaji dari negara. Keempat, DPR akan melakukan percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset dan poin-poin strategis dalam setiap poin dalam tuntutan 17 + 8. Dan Kelima, pimpinan DPR akan berkoordinasi langsung dengan institusi kepolisian dalam membebaskan massa aksi yang masih ditahan.

Melihat pertemuan antara DPR dan perwakilan mahasiswa kemarin menjadi pembelajaran penting bahwa ruang-ruang komunikasi harus selalu dijaga. Kritik dari mahasiswa, media atau elemen masyarakat sipil menjadi fondasi utama demi kinerja pemerintah dan DPR bisa selalu memenuhi aspirasi masyarakat. Tujuannya tidak hanya menciptakan kestabilan jalannya pemerintahan tapi juga mampu melahirkan ekosistem yang ideal dalam mengawal kinerja para pejabat publik lebih optimal.

Jika ekosistem demokrasinya sehat dengan menghargai peranan masing-masing aktor niscaya kerentanan terhadap aksi massa yang disusupi oleh oknum penunggang demonstrasi bisa diminimalisir sehingga penyampaian aspirasi bisa lebih efektif dan efisien serta bisa selalu didengar, ditindaklanjuti serta dijalankan oleh pemerintah atau DPR.

Tonton juga video “Mahasiswa Unpad Gelar Demo di DPR, Tagih 17 Tuntutan Rakyat” di sini:

Menjaga Momentum Gerakan

Mengembalikan Legitimasi Rakyat

Konsensus antara DPR dan Mahasiswa