Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan komitmen parlemen dalam menangani krisis iklim melalui penyelenggaraan Indonesian Climate Change Forum 2025. Forum ini digelar untuk ketiga kalinya dan merupakan hasil kerja sama MPR RI dengan Emil Salim Institute, yang juga dihadiri oleh Prof Emil Salim.
Opening Ceremony ICC Forum 2025 sendiri dilaksanakan di lobi Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/10).
“Acara hari ini menjadi momen penting untuk menekankan urgensi penanganan krisis iklim. Ini merupakan bagian dari komitmen MPR dalam menjalankan tugas legislasi, termasuk mendorong segera terselesaikannya Undang-Undang Energi Baru Terbarukan, Undang-Undang Ketenagaan Listrikan, dan Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim,” ujar Eddy dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
Eddy menambahkan sebelumnya telah digelar pertemuan di kantor Menko Pangan selaku Ketua Tim Pengarah untuk kegiatan nilai ekonomi karbon.
“Dalam kesempatan ini kami juga sampaikan bahwa kita sudah berhasil, bersama dan atas kerja sama dengan teman-teman lain, kita sudah berhasil mendapatkan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan instrumen nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca nasional,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup (Menteri LH) dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan, Indonesia dalam waktu dekat akan menyampaikan Second Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai komitmen nasional terhadap pengurangan emisi rumah kaca.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Ambisinya tinggi, dikombinasikan dengan target pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dengan hadirnya Perpres 110/2025, kita harapkan bisa mengakselerasi pencapaian pengurangan emisi gas rumah kaca,” katanya.
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Mari Elka Pangestu mengapresiasi kerja keras Menteri LH dalam menyelesaikan Second NDC. Ia menekankan pentingnya Perpres 110/2025 sebagai penguatan strategi pertumbuhan hijau (green growth).
“Kita ingin tumbuh 6-8 persen, tetapi tetap berkelanjutan. Perpres ini menjadi instrumen penting untuk mengintegrasikan tujuan pertumbuhan dan keberlanjutan lingkungan,” jelasnya.
Menurut Mari, Perpres 110/2025 membuka peluang pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) dan perdagangan lintas negara (cross-border). Indonesia memiliki potensi besar dari nilai ekonomi karbon, yang dapat mendukung pendanaan pengurangan emisi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Peraturan ini juga menekankan keterlibatan masyarakat lokal dan pemerintah daerah, serta standar internasional yang transparan dan kredibel.
“Sebagai contoh, dari sektor energy transition tahap awal, potensi pendanaan proyek mencapai 5,8 miliar dolar AS, sedangkan sektor kehutanan dengan harga karbon 15 dolar per ton CO2 equivalent bisa menghasilkan sekitar 7 miliar dolar AS per tahun,” tambah Mari.
Sebagai informasi, forum ini diharapkan menjadi wadah sosialisasi dan mendorong seluruh elemen bangsa dalam menjawab komitmen global pengurangan emisi rumah kaca, serta membangun ekosistem nilai ekonomi karbon yang berkelanjutan.
Simak juga Video ‘Kadar CO2 di Atmosfer Pecah Rekor, Siap-siap Bumi Makin Panas’: