Dalam rangka enam tahun pencatatan Tradisi Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO, Kementerian Kebudayaan bersama Komite Pencak Silat Tradisi Indonesia (KPSTI) menyelenggarakan kegiatan Tasyakur dan Tafakur: Retrospeksi 6 Tahun Pencak Silat Tradisi Pasca Diakui UNESCO. Acara ini digelar di Gedung Serbaguna Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Kehadiran Kementerian Kebudayaan dalam momentum tersebut menegaskan komitmen negara untuk menjaga keberlanjutan, perlindungan, serta penguatan ekosistem Pencak Silat sebagai identitas budaya yang hidup, diwariskan lintas generasi, dan tetap relevan di tengah dinamika zaman.
UNESCO telah mencatatkan Tradisi Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan dalam sidang yang berlangsung di Bogota, Kolombia, pada 2009. Lebih dari sekadar olahraga bela diri khas Indonesia, Pencak Silat merupakan warisan budaya luhur yang sarat akan nilai falsafah, spiritualitas, dan unsur kesenian.
Dalam orasi budaya yang disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, ia menekankan kekayaan budaya dan tradisi bangsa yang telah tercatat sebagai warisan budaya. Hingga Oktober 2025, tercatat sebanyak 2.727 Warisan Budaya Takbenda tingkat nasional, dengan potensi lebih dari 30.000 Objek Pemajuan Kebudayaan. Sementara itu, hingga 2024, sebanyak 16 elemen Warisan Budaya Takbenda Indonesia telah terinskripsi di UNESCO, termasuk Pencak Silat.
Fadli menegaskan tradisi Pencak Silat sebagai media pendidikan karakter berbasis budaya dan instrumen diplomasi budaya strategis yang harus dilestarikan.
“Ini merupakan bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan, dalam arti dilindungi, dikembangkan, dimanfaatkan dan dibina, inilah amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan,” jelas Fadli, dalam keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).
Menurutnya, pengakuan UNESCO perlu dimaknai sebagai titik tolak ekosistem tradisi Pencak Silat, bukan sebagai seremonial belaka. Sehubungan dengan hal tersebut, Fadli mempertegas komitmen Kementerian Kebudayaan dalam memperkuat pelindungan dan dokumentasi Pencak Silat dan membangun kemitraan berkelanjutan dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk KPSTI.
“Kita berharap ekosistem Pencak Silat semakin terbentuk. Jika ekosistem, khususnya Silat Tradisi, dapat terbentuk dengan baik, maka Pencak Silat Tradisi akan tumbuh dan berkembang di berbagai provinsi di Indonesia,” pungkasnya.
Pendokumentasian menjadi langkah strategis dalam merawat keberlanjutan setiap aliran Pencak Silat di tengah percepatan perkembangan zaman. Menurutnya, seiring berkembangnya ragam platform, dokumentasi ekspresi budaya, termasuk Pencak Silat, tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga dapat dikembangkan melalui film dokumenter dan keikutsertaan dalam berbagai festival.
Sementara itu Ketua Panitia Pelaksana, Yusron, dalam laporan kegiatan yang disampaikannya menggarisbawahi pentingnya menentukan arah Pencak Silat ke depan.
“Kita berharap, selain mensyukuri penetapan ini, kita merenungkan kembali arah Pencak Silat Tradisi setelah dinyatakan sebagai Warisan Budaya Takbenda dunia, milik bangsa Indonesia,” tuainya.
Berangkat dari tema besar yang mengusung pesan retrospeksi, Ketua Umum KPSTI, Mahfudz Abdurrahman, mendorong agar warisan budaya Pencak Silat tidak hanya sekadar diakui, tetapi juga terus eksis, dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, serta tampil di panggung dunia melalui pelestarian yang dilakukan secara kolaboratif.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Langkah strategis tak hanya berfokus pada bidang teknis, tetapi juga aksi kolaboratif yang dirancang secara masif dan sistematis.
“Komunitas Pencak Silat, IPSI, KPSTI, kemudian organisasi lainnya yang mewadahi Pencak Silat berkewajiban melestarikan, mendayagunakan warisan-warisan, terutama warisan Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Takbenda,” jelasnya.
Bertepatan dengan momentum tersebut, KPSTI turut menyerahkan KPSTI Award kepada para tokoh, baik pejabat publik, budayawan, akademisi, praktisi, maupun komunitas atau lembaga yang dinilai memiliki dedikasi dalam mengusulkan, memajukan, serta mengupayakan pelestarian berkelanjutan Tradisi Pencak Silat hingga diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Fadli Zon menjadi salah satu penerima KPSTI Award bersama sejumlah tokoh lainnya, di antaranya Bapak Pencak Silat Dunia Eddie Marzuki Nalapraya (alm.), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan Restu Gunawan, budayawan sekaligus akademisi Arief Rachman, Edwin Sanjaya, serta Edi Sedyawati (alm.).
Dalam kesempatan tersebut, Fadli didampingi Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan dan Direktur Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi. Turut hadir sejumlah tamu undangan, antara lain Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital Edwin Hidayat Abdullah, Direktur Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta Herinto Sidik Iriansyah, budayawan Jatnika Nanggamiharja, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya, perwakilan anggota DPRD DKI Jakarta.
Turut hadir pengurus Komite Pencak Silat Tradisi Indonesia (KPSTI), Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), dan Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI), serta berbagai komunitas dan tokoh pencak silat.
