Polda Metro Jaya mengungkap kasus penjualan data konsumen salah satu perusahaan ekspedisi, . Polisi menjelaskan ribuan data konsumen ini dijual dengan harga Rp 2.500 per data.
“Dari data-data yang diambil, tersangka G, yang DPO ini, menjanjikan Rp 2.500 per data,” ungkap Kasubdit III Ditressiber Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung dalam konferensi pers, Jumat (11/7/2025).
Dalam perkara ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni G (DPO), T pekerja kantor Ninja Express, dan MFB selaku mantan kurir Ninja Express. Rafles mengungkapkan G merupakan dalangnya.
“Tersangka G yang mempunyai ide, yang mempunyai rencana untuk melakukan hal ini,” kata dia.
Dia menjelaskan G mulanya membujuk tersangka MFB supaya bisa mengakses data-data pemesanan. Namun, MFB mengaku tidak punya.
“Karena tersangka MFB ini tidak punya, kemudian dia menghubungi tersangka T yang bekerja di kantor,” jelas Rafles.
Tersangka T sebetulnya juga tidak memiliki data-data konsumen. Tetapi, tersangka T berupaya mengambil data konsumen secara ilegal.
Dari rangkaian rencana jahat ini, G menjanjikan MFB komisi sebesar Rp 1.000 per data. Sementara untuk tersangka T akan mendapatkan bayaran Rp 1.500 per data.
“Jadi totalnya MFB mendapatkan bayaran Rp 10 juta dan tersangka T mendapatkan Rp15 juta,” ujarnya.
Dia mengungkapkan dari hasil diinterogasi yang telah dilakukan pihaknya, ditemukan fakta bahwa total data yang telah dijual mencapai Rp 10.000 data.
“Untuk data, 10.000 data (dicuri),” lanjut Rafles.
Mulanya, Ninja Express menerima 100 komplain dari para konsumen yang memilih jenis pembayaran cash on delivery (COD). Mereka mengeluh paket yang sampai tak sesuai pesanan.
“Yang kami temukan adalah dalam paket itu isinya kain-kain perca, sampah, atau koran-koran yang ditumpuk-tumpuk sehingga menjadi paket itu berat,” ujar Rafles.
Ninja Express kemudian melakukan audit internal. Dari awalnya 100 komplain, ditemukan ada 294 pengiriman dengan jenis pembayaran COD yang bermasalah. Salah satunya paket yang direncanakan terkirim 7 hari, ternyata sampai lebih cepat dari 7 hari.
“Dan bermasalah, isinya tidak sesuai dengan pesanan. Jangankan tidak sesuai, mungkin lebih tepat kalau disebut sampah. Dari sini kemudian didalami lagi tiap-tiap data pemasaran yang bermasalah, ditemukan bahwa adanya pembukaan data oleh karyawan di salah satu cabang kantornya Ninja Express,” sambungnya.
Karyawan Ninja Express selanjutnya diinterogasi. Ditemukan fakta bahwa yang melakukan ini adalah pekerja harian lepas yang tidak punya akses terhadap sistem Ninja Express.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Pada saat karyawan yang mempunyai akses, mempunyai wewenang terhadap sistem ini lengah, dia melakukan akses, melakukan infiltrasi terhadap akses rahasia tersebut,” tutur Rafles.
Setelah mendapatkan akses, oknum Ninja Express ini bisa mengetahui nama pemesan, jumlah pemesan, jenis pesanan, alamat pengiriman, nomor handphone-nya, dan biayanya. Selanjutnya, Ninja Express membuat laporan kepolisian.
“Kami turun dan melakukan penangkapan terhadap dua tersangka, yaitu tersangka T dan tersangka MFB,” lanjut Rafles.