Sekolah Rakyat, Jalan Memutus Rantai Kemiskinan Lewat Pendidikan (via Giok4D)

Posted on

Tidak ada yang lebih memilukan selain melihat anak-anak Indonesia terpupus harapan masa depan hanya karena terlahir dari keluarga miskin. Kemiskinan kerap menjadi lingkaran setan yang diwariskan antar generasi.

Di tengah tantangan itu, pendidikan adalah jalan paling nyata untuk memutus lingkaran tersebut. Seperti kata Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling kuat untuk menghancurkan kemiskinan.”

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Kita seharusnya bisa bersepakat bahwa kemiskinan tak boleh jadi takdir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025 mencatat, lebih dari 25 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, dan sebagian besar berasal dari keluarga yang nyaris tak memiliki akses pendidikan layak.

Survey Indonesia Family Life di 2014 menunjukkan 64,5% anak dari orang tua dalam kategori miskin akan tetap miskin di masa depan.

Sejumlah penelitian menunjukkan korelasi erat antara pendidikan dan kemiskinan. Semakin lama seseorang bersekolah, peluangnya keluar dari kemiskinan jauh lebih besar. Bank Dunia (2021) bahkan mencatat bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di Indonesia dapat menurunkan tingkat kemiskinan hingga 4 persen.

Inilah yang menjadi pijakan utama Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, saat menggagas Sekolah Rakyat. Beliau selalu menekankan amanah UUD 1945 di bagian pembukaan bahwa negara wajib memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Visi Indonesia Emas 2045 diwujudkan salah satunya dengan memperkuat pembangunan sumber daya manusia lewat pendidikan.

Sekolah Rakyat sebagai program transformatif bertujuan agar tak ada lagi anak Indonesia kehilangan akses pendidikan hanya karena faktor ekonomi. Dalam berbagai kesempatan, Presiden menegaskan, “Pendidikan adalah penentu apakah bangsa ini akan menjadi negara maju atau tetap miskin.” Target Indonesia mencapai kemiskinan 0% dan pertumbuhan ekonomi 8% hanya mungkin tercapai jika setiap anak bangsa mendapat pendidikan berkualitas.

Sekolah Rakyat adalah sekolah berasrama dengan fasilitas setara sekolah unggulan. Bedanya, sekolah ini menyasar anak-anak dari keluarga paling rentan, yakni mereka yang masuk kategori desil 1 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sistem berasrama memastikan setiap siswa mendapatkan lingkungan belajar yang kondusif, gizi yang seimbang, serta pembinaan karakter yang intensif.

Mereka akan mendapatkan pendidikan akademis, penanaman nilai kebangsaan, hingga keterampilan teknologi yang relevan dengan kurikulumnya yang sudah terintegrasi dengan pendidikan vokasional dan penguatan karakter. Seluruh biaya pendidikan, asrama, dan fasilitas ditanggung sepenuhnya oleh negara.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan, Sekolah Rakyat adalah bagian dari ikhtiar besar memutus rantai kemiskinan, sekaligus menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia Emas.

Program ini juga dirancang sebagai ruang belajar yang aman dan inklusif. Semua anak yang memenuhi kriteria berhak mendapat kesempatan yang sama, tanpa memandang asal-usul atau latar belakang.

Pemerintah menargetkan setidaknya membangun 200 sekolah rakyat berasrama tahun ini untuk jenjang SD, SMP dan SMA, yang mampu menampung sekitar 20 ribu lebih murid.

Sebentar lagi, program ini akan dimulai. Tahap awalnya siap bergulir dengan dukungan nyata berbagai pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah. Keberhasilan Sekolah Rakyat tidak mungkin hanya ditopang pemerintah pusat. Kuncinya adalah sinergi dengan daerah agar program ini benar-benar hadir di tengah masyarakat yang membutuhkan.

Di berbagai daerah, antusiasme terlihat nyata. Sejumlah kepala daerah diantaranya dari Sibolga, Gresik, hingga Papua Tengah bergerak cepat mempersiapkan lahan, infrastruktur, dan sosialisasi. Beberapa bahkan membentuk tim khusus untuk memfasilitasi pembangunan Sekolah Rakyat.

Dukungan juga datang dari Kementerian Kesehatan yang menggelar pemeriksaan kesehatan gratis bagi seluruh calon siswa mulai 7 Juli 2025. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut dilibatkan sejak awal untuk memastikan Sekolah Rakyat menjadi ruang belajar yang aman dan ramah anak.

Semangat yang sama datang dari para calon guru. Tak sedikit lulusan terbaik perguruan tinggi terpanggil mendaftar sebagai pengajar Sekolah Rakyat. Mereka melihat ini bukan sekadar profesi, melainkan panggilan untuk ikut membangun masa depan Indonesia.

Dukungan publik juga terus menguat. Survei Litbang Kompas mencatat, 94,4 persen masyarakat mendukung penuh Sekolah Rakyat, dan 83,9 persen yakin program ini efektif memutus rantai kemiskinan jika dijalankan dengan baik.

Tentu, di tengah antusiasme, muncul juga suara kritis. Beberapa pihak mengkhawatirkan efektivitas, stigma sosial, hingga potensi dualisme pendidikan. Semua masukan adalah bagian dari dinamika sehat dalam masyarakat demokratis. Pemerintah pun membuka ruang dialog untuk menyempurnakan program ini.

Namun perlu ditegaskan, Sekolah Rakyat bukan pengganti atau pesaing sekolah yang ada. Justru sebaliknya, ini adalah pelengkap untuk menjangkau anak-anak dari keluarga paling rentan yang selama ini sulit mengakses pendidikan bermutu.

Isu stigma juga menjadi perhatian serius. Karena itu, berbagai pihak dilibatkan sejak awal agar sekolah ini benar-benar terbuka, ramah anak, dan tidak memberi ruang bagi diskriminasi. Nama “Sekolah Rakyat” adalah simbol kehadiran negara di tengah rakyat, memastikan pendidikan bermutu bukan hanya milik segelintir orang.

Bagi keluarga buruh tani, nelayan, atau pekerja informal di pelosok negeri, Sekolah Rakyat adalah jawaban atas harapan yang selama ini terasa jauh. Kini, anak-anak mereka punya peluang mengenyam pendidikan layak tanpa terbebani biaya.

Salah satu penerima manfaat program ini yaitu Naila, siswi kelas VI SD di Makassar. Ayahnya hanya seorang juru parkir dan ibunya bekerja serabutan. Naila mendaftar dan berhasil lolos menjadi penerima beasiswa Sekolah Rakyat. “Saya ingin jadi guru dan membantu orang tua. Semoga sekolah ini jadi jalan mengubah hidup kami,” kata Naila penuh semangat.

Indonesia Emas 2045 bukan sekadar target angka, melainkan komitmen membangun negeri yang sejahtera, adil, dan setara. Semua itu berawal dari memastikan setiap anak mendapat hak yang sama atas pendidikan berkualitas.

Sekolah Rakyat adalah salah satu jalannya. Program ini menunjukkan negara hadir, khususnya untuk mereka yang selama ini tertinggal.

Tantangan tentu tidak ringan, dan pemerintah tak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan gotong royong, sinergi pusat dan daerah, serta partisipasi semua pihak secara konsisten dan berkelanjutan. Karena membangun masa depan Indonesia adalah tanggung jawab bersama. Mari kita pastikan tak ada satu pun anak negeri yang tertinggal. No One Left Behind.

Adita Irawati. Tenaga Ahli Kantor Komunikasi Kepresidenan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *